JAKARTA, KOMPAS.com - Konsistensi Partai Keadilan Sejahtera kembali diuji dalam menyikapi rencana pemerintah menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Jika akhirnya PKS berubah sikap, partai pimpinan Anis Matta itu dinilai layak "dihukum" publik dalam pemilu 2014.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Gun Gun Heryanto mengatakan, publik menjadikan berbagai spanduk berisi penolakan kenaikan harga BBM sebagai bukti otentik pilihan sikap PKS. Jika berubah sikap, PKS tak konsisten.
"Kenaikan BBM bukan persoalan enteng karena akan memengaruhi nasib jutaan rakyat Indonesia. Jika mereka bermain-main dengan wacana retoris, tentu partai ini memang layak dihukum di pemilu. Jika akhirnya mereka menjilat lidahnya sendiri dan sepakat mendukung dengan kebijakan yang sempat ditentangnya, publik akan menilai tidak konsistennya PKS," kata Gun Gun, kepada Kompas.com, Rabu (12/6/2013).
Hal itu dikatakan Gun Gun ketika dimintai tanggapan rencana Sidang Majelis Syuro PKS hari ini untuk memutuskan sikap terkait rencana kenaikan harga BBM. Sidang juga akan menyinggung keberadaan PKS di koalisi pemerintahan.
Gun Gun melihat, ada perpecahan di internal PKS dalam menyikapi rencana kenaikan harga BBM. Sejumlah elit DPP PKS lantang menentang rencana kenaikan harga premium menjadi Rp 6.500 per liter dan solar Rp 5.500 per liter. Sebaliknya, elit PKS yang berada di kabinet pemerintahan secara terbuka mengaku mendukung.
Gun Gun menambahkan, pemasangan spanduk oleh PKS tidak akan bermanfaat jika ternyata orientasinya hanya untuk pencitraan. PKS tidak boleh bersikap ganda, apalagi mempermainkan persepsi publik dengan strategi manipulasi psikologis.
"Ini bukan soal tepat tidaknya rencana kenaikan harga BBM, tapi lebih kepada pilihan sikap politik partai dan elit yang harus konsisten. Politik itu soal pilihan dan konsistensi atas sikap yang sudah diambil," kata Gun Gun.
Untuk kesekian kalinya, PKS kembali memilih bersikap berseberangan dengan koalisi. Sikap penolakan yang diutarakan sejumlah elite PKS tak senada dengan sikap kadernya yang duduk di Kabinet Indonesia Bersatu II, Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring. Atas sikap PKS ini, sejumlah partai koalisi meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pimpinan koalisi untuk mendisiplinkan partai tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.