JAKARTA, KOMPAS.com — Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pembantu Rumah Tangga (RUU PPRT) dinilai sangat diperlukan. RUU ini dirancang untuk melindungi para pembantu dari kekejaman majikannya.
"Sangat diperlukan, tapi harus hati-hati merumuskannya menjadi undang-undang. Cukup pokok-pokoknya saja, yang bisa melindungi PRT dari majikan yang tidak berperikemanusiaan," kata anggota Komisi III DPR Martin Hutabarat, Kamis (6/6/2013). Proses penggodokannya, ujar dia, harus benar-benar selektif, menyentuh pokok persoalan dan tidak terlalu melebar.
Hasil yang diharapkan dari pembahasan RUU ini, menurut Martin, adalah aturan yang memproteksi para pembantu dalam bekerja. Untuk perjanjian kerja, anggota Badan Legislasi ini merasa perlu kehati-hatian dalam merumuskannya.
Pasalnya, kata Martin, PRT bukan pekerja seperti buruh industri. Ada nilai kekeluargaan yang lebih dalam terkait relasi kerja PRT dan majikannya. "(Nilai kekeluargaan ini) perlu diperhatikan sehingga tak mengikis nilai-nilai tersebut," tegas dia.
Politisi Partai Gerindra ini mengakui bahwa pada rapat Badan Legislasi DPR timbul pro dan kontra mengenai urgensi dari RUU PPRT. Salah satu pendapat yang mengemuka mengatakan RUU PPRT dianggap telah sejalan dengan Konvensi ILO tahun 2011 yang kemudian diratifikasi. "Undang-undang ini jangan sampai merusak sendi-sendi kekeluargaan yang menjadi landasan hubungan kerja (antara PRT dengan majikan)," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.