Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karpet Merah bagi Koruptor

Kompas.com - 03/06/2013, 10:29 WIB
Oleh Toto Sugiarto

Orang sering berekspresi gembira ketika menyatakan Pemilu 2009 berlangsung demokratis dan liberal. Parameternya adalah pemilu berkebebasan dan berbasis individu.

Kegembiraan di atas sebagai ungkapan rasa syukur karena negeri ini telah keluar dari rezim otoriter tentu boleh-boleh saja. Namun, jika pemikiran berhenti di situ, pemilu yang dihasilkan tidak akan seperti pemilu demokratis-liberal yang diharapkan. Bisa saja pemilu tersebut ternyata berpenyakit.

Pemilu yang anarkistis

Pada Pemilu 2009, kebebasan mewarnai kontestasi. Kasus-kasus intimidasi dan pemaksaan yang sebelumnya kental terlihat pada pemilu era Orde Baru tidak muncul secara signifikan.

Adapun individualisme terlihat dari diterapkannya sistem proporsional terbuka dengan suara terbanyak sebagai penentu kemenangan. Dengan sistem ini, upaya seorang individu caleg merupakan penentu kemenangan. Persaingan antarindividu pun bahkan terjadi dalam parpol.

Namun, apakah dengan dua hal itu cukup untuk menilai pemilu dengan gembira?

Liberalisme hanya bisa hidup dengan sehat jika terdapat satu prasyarat. Prasyarat itu adalah keadilan. Seharusnya kebebasan dalam liberalisme adalah kebebasan yang berlangsung dalam atmosfer keadilan.

Setidaknya terdapat empat hal yang membuat Pemilu 2009 tidak berkeadilan. Pertama, Pemilu 2009 ditandai dengan kekacauan masif daftar pemilih tetap. Karena masifnya kekacauan, terdapat dugaan bahwa hal ini disengaja untuk menguntungkan partai penguasa.

Kekacauan berawal dari data kependudukan yang buruk. Celakanya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak melakukan pemutakhiran secara baik.

Kedua, Pemilu 2009 ditandai dengan jorjorannya para caleg membelanjakan dana untuk kampanye. Hal ini bisa terjadi karena pengeluaran dana kampanye individu caleg tidak diatur dalam undang-undang. Hanya partai politik yang diwajibkan melaporkan dana kampanyenya. Padahal, lokus kontestasi telah berpindah dari parpol menjadi individu. Politik menjadi liar.

Ketiga, Pemilu 2009 diwarnai penyalahgunaan alokasi anggaran negara. Ketika itu diluncurkan program-program prorakyat yang kemudian disinyalir tak lebih sebagai upaya menjaring simpati publik. Di tingkat kementerian, banyak program kementerian yang difokuskan untuk membantu penduduk di daerah pemilihan sang menteri yang mencalonkan diri menjadi anggota legislatif.

Keempat, Pemilu 2009 diwarnai kekacauan pengolahan data. Sistem berbasis teknologi informasi gagal total. Pengolahan data kacau balau. Saking kacaunya, terdapat seorang caleg yang mendapatkan suara melebihi jumlah pemilih di seluruh Indonesia.

Setidaknya empat hal itu membuat Pemilu 2009 tidak berkeadilan. Dengan tidak terpenuhinya prasyarat keadilan, sulit bagi kita untuk mengategorikan Pemilu 2009 ke dalam pemilu demokratis-liberal.

Pemilu tersebut adalah pemilu yang anarkistis. Anarkisme yang dikira sebagai demokratis-liberal itu telah menghasilkan kepemimpinan Republik yang dipenuhi para bedebah. Mereka, para bedebah, tidak memedulikan negara dan rakyat. Para bedebah itu sibuk memperkaya diri dengan uang haram, bermegah-megah dalam lumpur penuh kotoran.

Keutamaan

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

    Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

    Nasional
    ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

    ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

    Nasional
    Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

    Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

    Nasional
    Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

    Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

    Nasional
    Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

    Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

    Nasional
    Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

    Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

    Nasional
    Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

    Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

    Nasional
    Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

    Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

    Nasional
    Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

    Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

    Nasional
    Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

    Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

    Nasional
    TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

    TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

    Nasional
    Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

    Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

    Nasional
    Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

    Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

    Nasional
    Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

    Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

    Nasional
    Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangi Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

    Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangi Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com