JAKARTA, KOMPAS.com — Kabar mengenai anggota Kepolisian Resor Raja Ampat, Papua Barat, Aiptu Labora Sitorus, yang diduga memiliki rekening gendut mencapai Rp 1,5 triliun langsung menyita perhatian banyak pihak. Dengan pangkat bintara, Labora dinilai tak mungkin bisa memiliki uang sebanyak itu bila tak melibatkan oknum polisi lain untuk menjalankan bisnis keluarganya.
Saat dikonfirmasi wartawan soal keterlibatan aparat lain, Labora enggan memberikan jawaban pasti. "Saya tidak bisa menjawab sampai di situ. Saya kira itu urusan masing-masing," kata Labora kepada para wartawan dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (17/5/2013).
Saat hadir di depan media, Labora tampak enggan berbicara banyak. Ia menggelar konferensi pers di Kantor Pembela Kesatuan Tanah Air (Pekat), Harmoni, Jakarta Pusat, dan tiba sekitar pukul 16.00. Informasi yang beredar di kalangan wartawan, Labora datang dengan diantar sebuah taksi.
Setibanya di Kantor Pekat, Labora sempat mengganti pakaiannya dari baju batik berwarna hijau dengan polo shirt berwarna putih. Konferensi pers baru dimulai setelah Labora beristirahat sekitar 20 menit.
Kuasa hukum Labora, Azet Hutabarat, terus mendampinginya selama belasan wartawan melontarkan banyak pertanyaan. Tak terungkap informasi mengenai waktu kedatangan Labora ke Jakarta. Ia juga tak mengatakan di mana ia menetap selama berada di Ibu Kota. Informasi yang diperoleh hanya sebatas kedatangan Labora ke Jakarta untuk menemui anaknya pada Kamis (16/5/2013) kemarin.
Selama memberikan keterangan pers, pria tersebut selalu mengubah posisi duduknya. Ia juga sering kali menggerakkan kepalanya ke kanan dan kiri. Sejumlah wartawan terus mencecar Labora dengan pertanyaan mengenai keterlibatan oknum polisi lain dalam usaha keluarganya. Sampai akhirnya, ia membantah dan mengatakan bahwa perusahaannya digerakkan oleh anggota keluarganya saja. "Tidak ada, semua keluarga," ujarnya.
Kabar mengenai kepemilikan rekening gendut Labora mencuat setelah Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan transaksi keuangan mencurigakan yang menyangkut Aiptu Labora kepada Polri. Laporan PPATK merupakan akumulasi transaksi keuangan dari 2007 sampai 2012 senilai miliaran hingga triliunan rupiah.
Atas laporan PPATK itu, kepolisian melakukan pengecekan terhadap kasus dugaan bisnis BBM dan kayu ilegal di Sorong. Ternyata, transaksi bisnis itu terkait dengan rekening Labora. Labora diduga terkait dengan sekitar 60 perusahaan lain yang saat ini masih ditelusuri, termasuk penelusuran dugaan tindak pidana pencucian uang dari transaksi mencurigakan milik Aiptu Labora.
Saat ini, Labora telah menjadi tersangka kasus penimbunan bahan bakar minyak (BBM) di Sorong dengan nama perusahaan PT Seno Adi Wijaya dan penyelundupan kayu dengan perusahaan PT Rotua. Kasus bisnis BBM dan kayu ini pun sebelumnya telah diselidiki pada Maret 2013 oleh Polda Papua. Saat itu, telah disita 1.500 batang kayu dan lima kapal bermuatan BBM. Setelah rekening itu mencuat, Polda Papua melakukan penyidikan mendalam terhadap dugaan bisnis ilegal tersebut.
Labora membantah dirinya memiliki puluhan rekening. Berdasarkan pengakuannya, rekeningnya hanya ada empat. Tiga rekening di Bank Mandiri dan satu lainnya di Bank Papua. Keempat rekening itu digunakan sebagai lalu lintas keuangan di dua perusahaan milik istrinya, yaitu PT Rotua yang bergerak di bidang kayu dan PT Seno Adi Wijaya yang bergerak di bidang migas.
Kedua perusahaan itu berada di Papua dan dibeli oleh istri Labora tak lebih dari sepuluh tahun lalu. Kepemilikan dua perusahaan itu menjadi milik istri Labora. Jajaran direksi perusahaan itu ditempati oleh orang-orang dari dalam keluarga besarnya. Istri Labora menjadi komisaris, adik iparnya menjadi direktur, dan kepemilikan saham dibagi juga ke dua anaknya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.