Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tumpang Tindih Perizinan Potensi Konflik Moratorium

Kompas.com - 17/05/2013, 03:45 WIB

Jakarta, Kompas - Tumpang tindih perizinan kegiatan tambang, perkebunan, dan pertanian diperkirakan masih berlangsung di kawasan hutan primer dan lahan gambut yang dinyatakan masuk Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru. Hal ini berpotensi menimbulkan konflik dalam menjalankan moratorium yang diperpanjang lagi selama dua tahun ke depan.

Hal ini mengemuka dalam sarasehan ”Refleksi Pelaksanaan Moratorium Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut di Indonesia” yang diselenggarakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Wetlands International Indonesia Program, Kamis (16/5), di Jakarta.

”Potensi konflik harus segera diatasi dengan gerakan satu peta, yaitu peta yang sekarang ditetapkan sebagai Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru,” kata Deputi III Kementerian Lingkungan Hidup Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Arief Yuwono.

Arief mengatakan, gerakan satu peta indikatif menuntun ke arah kepastian hukum. Proses penetapan peta indikatif yang akurat perlu dipercepat.

Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik Badan Informasi Geospasial Priyadi Kardono mengatakan, dibutuhkan ketulusan dan keterbukaan dari setiap instansi yang memiliki data untuk menunjang penentuan peta indikatif itu. Sampai saat ini, sulit mengumpulkan berbagai data yang bisa menunjang proses percepatan penentuan peta indikatif tersebut.

”Saya juga masih sangsi terhadap peta lahan gambut yang ada. Kita masih membutuhkan penentuan peta indikatif dari skala 1:250.000 menjadi 1:50.000,” kata Priyadi.

Status hutan

Tumpang tindih perizinan dan regulasi yang masih bertentangan, antara lain, terjadi di Provinsi Riau. Selain itu, belum adanya penetapan status hutan juga menimbulkan ketidakpastian hukum.

Data Dinas Kehutanan Provinsi Riau menunjukkan, banyak hutan di wilayah tersebut belum jelas statusnya. Pemerintah provinsi ini telah melaksanakan moratorium tebangan hutan alam sejak tahun 2007.

Moratorium tebangan ini ditetapkan sebelum terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 10 Tahun 2011 yang kemudian diperpanjang menjadi Inpres Nomor 6 Tahun 2013 yang mengatur masalah moratorium izin baru pemanfaatan hutan alam dan lahan gambut.

Nyoman N Suryadiputra dari Wetlands International Indonesia Program mengatakan, diperlukan persepsi yang sama terhadap moratorium pemberian izin baru di hutan alam primer dan lahan gambut. Ketika terjadi persepsi yang berbeda-beda, ujung-ujungnya penyelamatan hutan tidak tercapai.

Arief mengatakan, dengan tidak adanya jeda perpanjangan moratorium selama dua tahun ke depan, diharapkan kebijakan ini bisa melembaga. Dengan demikian, hutan alam primer dan lahan gambut sesuai peta indikatif bisa dipertahankan. (NAW)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com