Jakarta, Kompas -
Menurut dia, apa yang dia lakukan merupakan jihad untuk menegakkan hukum Allah. Alasannya, hukum di Indonesia adalah hukum peninggalan penjajah Belanda yang kafir.
Bayu mengatakan, wewenang pembuatan hukum, undang-undang, dan putusan hanya hak khusus Allah. Oleh karena itu, hanya Allah yang berhak memerintah, melarang, dan menentukan hukum dan aturan.
”Barang siapa yang mengaku berhak membuat hukum, selain hukum Allah, dia telah kafir. Dan, halal darah dan hartanya, kecuali dia bertobat,” ujarnya.
Hal itu disampaikan Bayu dalam pembelaan (pleidoi) tertulis yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (16/5). Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Simarmata tersebut, penasihat hukum terdakwa, Akhyar, juga menyampaikan pembelaan terhadap terdakwa.
Jaksa Fatkhuri yang langsung menanggapi pleidoi tersebut menyatakan menolak pembelaan terdakwa dan penasihat hukum terdakwa dan tetap berpendirian pada tuntutan. Jaksa menuntut Bayu dengan hukuman penjara selama 10 tahun.
Dalam persidangan sebelumnya, saksi Firman mengaku pernah beberapa kali bertemu dengan Bayu bersama Muksin dan Farhan untuk merencanakan perampokan (
Firman menambahkan, ia pernah menyurvei tempat untuk mencari sasaran aksi
Jaksa Nita mendakwa Bayu melakukan aksi terorisme dengan menyerang pos polisi di Solo pada pertengahan Agustus 2012. Bayu didakwa berperan memboncengkan Farhan yang menembak anggota polisi di pos polisi. Bayu dijerat dengan Pasal 15
Seperti diberitakan, polisi antiteror menangkap delapan orang di beberapa tempat di Solo karena diduga terkait jaringan teroris. Polisi juga menyita lima bom yang sudah jadi dan siap ledak berikut bahan-bahan peledak pada akhir September 2012.
Salah satu dari kedelapan tersangka itu adalah Rudi Kurnia, yang diduga terkait jaringan tersangka M Thoriq. Tujuh tersangka lain adalah Badri Hartono, Chomaedi, Indra Vitriyanto, Nopem, Fajar Novianto, Barkah Nawa Saputra, dan Triyatno.
Rabu (15/5) malam, polisi antiteror kembali menangkap dua orang yang diduga terkait dengan jaringan terorisme. Kedua orang itu, Dafit dan Ibrahim, ditangkap di Solo.