JAKARTA, KOMPAS.com — Keberanian dengan sedikit rasa takut menyelimuti benak Jenderal (Purn) Da'i Bachtiar, Kapolri tahun 2001-2005, saat bertatap muka dengan salah satu gembong teroris Bom Bali, Imam Samudra. Imam saat itu ditangkap Pandeglang, Banten.
Da'i menceritakan, awalnya Imam sudah dua hari enggan memberi keterangan kepada penyidik. Imam tutup mulut atas rencana aksi terornya dan orang-orang yang terlibat. Bahkan, saat polisi bertanya tentang namanya, Imam bungkam.
Da'i kemudian menyempatkan diri bertemu Imam di ruangan Polres Pandeglang, tempat Imam diinterograsi. Akhirnya, di ruangan Polres Pandeglang itu, mereka duduk berhadapan, berbicara empat mata.
"Saya hanya berhadapan dengan Imam berdua. Sempat khawatir jiwa saya terancam," kata Da'i, saat menghadiri paparan Polri soal terorisme di Indonesia, di Jakarta Selatan, Rabu (15/5/2013).
Mulailah percakapan empat mata yang berlangsung dingin tersebut. Imam mengawali pembicaraannya dengan bertanya pada Da'i. "Anda Da'i Bachtiar?" tanya Imam yang ditirukan Da'i.
"Iya. Kok, Anda tahu siapa saya?" jawab Da'i.
Menurut Da'i, Imam mengaku mengenalnya lewat pemberitaan di media massa yang gencar setelah bom Bali. Imam rupanya menyimpan foto Da'i dan polisi lainnya di laptopnya.
"Jadi foto saya ada di laptopnya. Bukan saya saja, ada banyak juga yang lain," terang Da'i.
Kemudian, Imam pun kembali bertanya, "Apa Bapak Muslim?"
Da'i pun menjawabnya sembari bercanda. "Dari nama saya saja Da'i, Anda pasti sudah tahu jawabannya," jawab Da'i kepada Imam.
Setelah itu, Imam mulai terbuka kepadanya. Bahkan Imam becerita banyak mulai dari kisah masa kecilnya hingga merencanakan bom Bali.
"Jadi di sini kita harus membangun trust (kepercayaan)," terang salah satu pencetus didirikannya Detasemen 88 Antiteror Polri itu.
Trio bom Bali, Imam, Amrozi, dan Mukhlas telah divonis mati dan telah dieksekusi pada 2008.
Da'i juga memiliki pengalaman tatap muka bersama Mukhlas di Mapolda Bali. Menurut dia, Mukhlas saat itu justru menyampaikan terima kasih karena polisi telah memperlakukannya dengan manusiawi. Namun, Mukhlas kemudian berbicara kepada Da'i akan adanya jaringan baru.
"Nanti buktikan saja, kalau di dunia ini ada ketidakadilan kepada Muslim dan bila saya mati maka akan ada ribuan Mukhlas baru," kata Da'i, menirukan ucapan Mukhlas.
Dengan berkembangnya jaringan teroris baru saat ini, Da'i jadi teringat ucapan Mukhlas kala itu. "Mungkin perkataan itu yang saat ini benar terjadi," katanya.
Teroris menyebar isu adanya ketidakadilan kaum Muslim dan membela dengan jalan jihad menurut paham mereka. Peristiwa yang terjadi kepada Muslim di Jalur Gaza, Palestina, hingga komunitas Rohingya di Myanmar merupakan peristiwa yang selalu diikuti. Mereka pun melempar isu dalam negeri di daerah rentan konflik, seperti Poso dan Ambon.
"Tidak usah jauh-jauh di luar negeri. Di dalam negeri dalam peristiwa Poso dan Ambon, melempar isu pemerintah berpihak (pada non-Muslim)," ujar pria kelahiran Indramayu, Jawa Barat, itu.
Untuk itu, terang Da'i, kepolisian harus bersinergi dengan semua pihak melakukan pencegehan terbentuknya jaringan baru teroris yang kini banyak masuk di kalangan anak muda.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.