Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aliran Dana Ahmad Fathanah Dibidik PPATK sejak Lama

Kompas.com - 11/05/2013, 15:56 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ternyata sudah mendata aliran transaksi mencurigakan yang dilakukan Ahmad Fathanah. Ahmad Fathanah sempat dilaporkan ke PPATK sebelum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan terhadap orang dekat mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq itu.

"Jadi, dari orang yang terlibat cuci uang itu (Fathanah) sudah ada dalam data base PPATK. Penjahat itu terus berulang ketika tertangkap oleh penegak hukum, baru ketahuan kalau dia terkait kasus apa," ujar Wakil Ketua PPATK Agus Santoso dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (11/5/2013).

Saat ditanyakan lebih lanjut tentang nilai dan oknum mana saja yang menerima aliran dana Fathanah, Agus mengaku PPATK sudah menyerahkannya kepada KPK. PPATK, sebutnya, tidak bisa mengungkap siapa saja yang menerima aliran dana itu kepada publik. "Yang jelas yang paling paham itu KPK," tuturnya.

Agus juga tidak membantah pola berlapis yang kerap dilakukan Fathanah dalam menyamarkan harta kekayaannya. Agus menuturkan, pola yang dilakukan Fathanah merupakan pola umum yang dilakukan para koruptor.

"Mereka biasanya pakai sistem layer dan tidak pernah menggunakan rekening pribadi," ujar Agus.

Para koruptor, lanjutnya, lebih sering mengalihkan kekayaannya ke orang lain yang merupakan anggota keluarganya, seperti anak, istri, hingga teman. PPATK menemukan ada kejanggalan ketika profil penerima dana atau pembeli barang mewah tertentu ternyata tidak sesuai dengan pendapatannya. "Misalnya saja PNS golongan tiga, tapi bisa beli mobil mewah. Ini kan tidak sesuai dengan profilnya dia, makanya ini bisa didalami lagi oleh penegak hukum," imbuhnya.

Fathanah merupakan tersangka kasus suap dan pencucian uang terkait izin impor daging sapi. Sejauh ini, KPK sudah menyita sejumlah barang terkait Fathanah yang diduga hasil tindak pidana korupsi. KPK menyita satu mobil Honda Jazz putih dari seorang model cantik bernama Vitalia Shesya. Honda Jazz bernomor polisi B 15 VTA itu diperoleh Vitalia dari Fathanah yang diakuinya sebagai seorang teman. Selain Jazz, KPK menyita jam tangan merek Chopard dari Vitalia.

KPK juga menyita Honda Freed yang diduga pemberian Fathanah untuk wanita bernama Tri Kurnia Rahayu. Dari Tri Kurnia, KPK juga menyita gelang Hermes dan jam tangan Rolex yang harganya puluhan juta. Sebelumnya, KPK menyita empat mobil mewah dari Fathanah, yakni Toyota Land Cruiser Prado dengan nomor polisi B 1739 WFN, Toyota Alphard B 53 FTI, Mercedes Benz C200 B 8749 BS, dan FJ Cruiser dengan nomor polisi B 1330 SZZ. Di luar kendaraan dan perhiasan, KPK juga menyita dua rumah milik Fathanah di Depok.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

    GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

    Nasional
    Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

    Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

    Nasional
    Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

    Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

    Nasional
    Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

    Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

    Nasional
    Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

    Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

    Nasional
    Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

    Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

    Nasional
    Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

    Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

    Nasional
    Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

    Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

    Nasional
    Selain 2 Oknum Lion Air,  Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

    Selain 2 Oknum Lion Air, Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

    Nasional
    Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

    Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

    Nasional
    Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

    Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

    Nasional
    Suami Zaskia Gotik Dicecar soal Penerimaan Dana Rp 500 Juta dalam Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

    Suami Zaskia Gotik Dicecar soal Penerimaan Dana Rp 500 Juta dalam Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

    Nasional
    Tambah Syarat Calon Kepala Daerah yang Ingin Diusung, PDI-P: Tidak Boleh Bohong

    Tambah Syarat Calon Kepala Daerah yang Ingin Diusung, PDI-P: Tidak Boleh Bohong

    Nasional
    Terima Kunjungan Menlu Wang Yi, Prabowo Bahas Kerja Sama Pendidikan dan Latihan Militer RI-China

    Terima Kunjungan Menlu Wang Yi, Prabowo Bahas Kerja Sama Pendidikan dan Latihan Militer RI-China

    Nasional
    Banyak Pihak jadi Amicus Curiae MK, Pakar Sebut karena Masyarakat Alami Ketidakadilan

    Banyak Pihak jadi Amicus Curiae MK, Pakar Sebut karena Masyarakat Alami Ketidakadilan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com