Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Calonkan Jokowi Tahun 2014 Sama dengan Bunuh Bibit Kepemimpinan

Kompas.com - 07/05/2013, 09:10 WIB
Suhartono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Institute Ekonomi Politik Soekarno Hatta, M Hatta Taliwang, menyatakan, jika ada orang atau kelompok atau partai yang secara dini sekarang ini ingin mengajukan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo atau akrab disapa Jokowi sebagai calon presiden pada Pemilu 2014, itu sama saja dengan membunuh bibit calon pemimpin masa depan yang berkualitas.

"Saya setuju bahwa Jokowi merupakan pemimpin dan aset masa depan bangsa Indonesia yang sarat kejujuran, apa adanya, kesederhanaan, transparansi, prorakyat dan nasionalisme, serta low profile, tetapi, punya magnet tersendiri di hadapan rakyat," ujarnya di Jakarta, Selasa (7/5/2013).

Namun, sayang jika Jokowi harus dipaksa maju tahun depan.

"Menurut kami, jangan paksa Jokowi maju sebagai calon presiden. Sebab, hemat kami, kalau dipaksa maju, itu akan berbahaya dan sama saja dengan membunuh bibit kepemimpinan bangsa yang ada. Kita harus menunggu Jokowi menunaikan tugas utamanya di Jakarta," paparnya.

Pekerjaan utama Jokowi saat ini, lanjut Hatta, adalah mengatasi banjir, macet, korupsi, meningkatkan kualitas perumahan rakyat dan lingkungan, serta membantu usaha kecil menengah (UKM) untuk melawan pesatnya pembangunan mal.

"Kalau tugas utama itu bisa diatasi maka sangat layak ke depan Jokowi dipromosi sebagai calon presiden pada tahun 2019. Kalau kita terburu nafsu mengikuti hasil polling, maka saya khawatir kita akan kecewa sepertai kekecewaan kita terhadap Presiden SBY sekarang," jelasnya.

Oleh sebab itu, tambah Taliwang, pihaknya berbeda pendapat dengan sebagian orang, kelompok, dan mungkin partai politik yang mau mendorong Jokowi sebagai calon presiden sekarang ini.

"Saya berbeda faham dengan mereka yang tidak sabar ingin segera mengorbitkan Jokowi ke pentas nasional menjadi calon presiden."

Menurut Hatta, kita harus menunggu Jokowi menunaikan tugas utamanya di Jakarta dulu. Kalau tugas utama itu bisa diatasi, maka sangat layak ke depan Jokowi dipromosikan sebagai calon presiden pada tahun 2019.

"Kalau kita terburu nafsu mengikuti hasil polling, maka saya khawatir nasibnya akan sama seperti Presiden SBY sekarang," ujarnya.

Kini, dalam konteks kepemimpinan nasional, Jokowi harus meningkatkan kapasitas kenegarawanannya dulu.

"Bagaimana visinya tentang Indonesia ke depan dalam konteks geopolitik dan dunia. Bagaimana visinya menghadapi kekuatan kapitalis global dan kaitannya dengan produksi kemiskinan di negeri ini. Dan, masih banyak lagi yang perlu kita tahu dan dengar. Tidak sekadar kemampuan blusukan dan penguasaan soal-soal teknis kepemimpinan. Karena yang dibutuhkan Indonesia ke depan adalah kepemimpinan yang mampu menerobos seperti Soekarno atau Soeharto di eranya. Pemimpin yang menjawab tantangan pada masanya. Kita belum menangkap substansi ideologi Jokowi. Pemimpin yang hanya faham teknis, tetapi tidak ideologis paling disukai kapitalis global. Karena mereka memang butuh 'orang yang disuruh-suruh dan mengerjakan perintah itu dengan baik', meskipun populis. Mereka tidak suka yang punya potensi perlawanan atas nama ideologi 'dari para pesuruh' itu," papar Taliwang lagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Nasional
Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Nasional
Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com