Jakarta, Kompas
”Begitu mudahnya menelan mentah-mentah cerita seorang ahli yang sakit hati karena kalah tender di Chevron,” demikian
Ahli yang sakit hati adalah Edison Effendi yang dijadikan ahli Kejaksaan Agung (Kejagung). Selain Edison, dua ahli lain yang digunakan adalah Prayitno dan Bambang Iswanto. Hanya, keterangan ketiganya dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang dibuat penyidik Kejagung sama, termasuk titik dan komanya.
”BAP para ahli tersebut ternyata hanya copy paste, terlebih lagi para ahli tersebut bekerja pada perusahaan yang sama, yaitu Yola Consultant, dan banyak mendampingi perusahaan-perusahaan kalah tender dalam proyek bioremediasi PT CPI (Chevron Pacific Indonesia),” kata Herlan. Kasus BAP copy paste itu kini diadukan ke Mabes Polri.
Keganjilan lain yang dilakukan Edison ialah menguji tanah yang diambil melampaui batas toleransi validitas suatu sampel. Sampel diambil 9 April 2012 dan baru dites 13 Juni 2012.
Pengujian dilakukan di laboratorium di kejaksaan, yang merupakan laboratorium yang tidak mempunyai standar dan akreditasi. ”Namun, semua fakta yang diciptakan Edison dijadikan dasar oleh jaksa menuntut saya,” kata Herlan.
Sampel diuji di laboratorium dadakan oleh para ahli kejaksaan yang dipimpin Edison. Jelas laboratoriumnya tak terakreditasi dan melanggar peraturan menteri tentang laboratorium lingkungan,” kata Ricksy dalam sidang terpisah.
Kata Ricksy, waktu tunggu (holding time) untuk uji sampel maksimal 60 hari. Tak ada referensi satu pun di dunia ini yang menyebut waktu tunggu pengujian sampel tanah tercemar bisa lebih dari 60 hari. ”Inilah pamer kekuasaan yang ditunjukkan jaksa,” ungkap Ricksy terisak.
Kejanggalan lain yang dialami Ricksy adalah bagaimana mungkin hasil uji di Minas bisa membuktikan pekerjaan PT GPI