LONDON, KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin membantah pendapat yang ramai beredar bahwa RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sedang dibahas di komisinya mengatur perbuatan santet.
Dalam penjelasan kepada masyarakat Indonesia di KBRI London, Inggris, Rabu malam atau Kamis (2/4/2013) dini hari WIB, Aziz menegaskan, RUU tersebut menyangkut hukuman atas jasa penawaran santet dan perbuatan sejenisnya.
Koresponden Kompas di London Anton Alifandi melaporkan, Aziz berada di London sebagai bagian dari studi banding Komisi III ke Eropa dalam rangka pembahasan RUU KUHP dan RUU KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana).
Selain ke Inggris, Komisi III juga melawat ke Perancis, Belanda, dan Rusia.
"Bukan santet yang diatur," kata Syamsuddin setelah membacakan Pasal 293 RUU KUHP yang menurut dia sering menjadi salah paham. Pasal 293 Ayat 1 berbunyi: Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental, atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Aziz juga menepis pandangan bahwa sistem hukum Anglo-Saxon yang berlaku di Inggris Raya membuat studi banding DPR tidak relevan karena hukum Indonesia berakar pada sistem Eropa kontinental. Meski begitu, menurut Aziz, rombongannya mempelajari aspek-aspek penyelidikan dan penyidikan dalam hukum Inggris yang berguna dalam pembahasan RUU KUHAP.
Rombongan yang terdiri dari sembilan anggota Komisi III DPR beserta sejumlah staf antara lain mengunjungi Kepolisian Metropolitan London, Kementerian Kehakiman, menghadiri sidang di Pengadilan Pidana Pusat, dan berdialog dengan organisasi hak asasi manusia, Amnesty International. Namun, mereka justru tidak bertemu dengan anggota parlemen Inggris yang sedang reses.
KBRI London yang mengatur jadwal kunjungan Komisi III mengatakan, masa persidangan parlemen Inggris diubah karena sidang khusus untuk membahas kematian mantan Perdana Menteri Margaret Thatcher.
Pelajar menolak
Pertemuan Komisi III DPR dengan masyarakat Indonesia yang dipandu Duta Besar RI di London TM Hamzah Thayeb juga diwarnai pernyataan penolakan kunjungan oleh Persatuan Pelajar Indonesia di Inggris Raya (PPI-UK). Dalam pernyataan lima butir yang disampaikan ketua umumnya, Haikal Bekti Anggoro, PPI-UK antara lain meminta Komisi III bersikap transparan dan terbuka mengenai tujuan, program kerja atau agenda, biaya perjalanan, dan hasil-hasil yang ingin dicapai dalam studi banding ini.
Menanggapi penolakan itu, Aziz mengatakan, pihaknya tidak tahu-menahu soal anggaran yang dikeluarkan oleh Sekretariat Jenderal DPR yang bertanggung jawab kepada Kementrian Dalam Negeri. Soal besarnya delegasi, Aziz menyebut sebagai konsekuensi demokrasi Indonesia di mana sembilan partai yang ada di DPR semua harus terwakili. Namun penjelasan itu tetap tidak diterima oleh PPI-UK.
"Kami sebagai mahasiswa kembali menanyakan niatan dari DPR RI yang mengadakan kunjungan karena saya rasa urgensinya yang kurang," ujar Ketua PPI London Novian Herbowo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.