Jakarta, Kompas
Jika Herlan tidak bisa membayar uang pengganti tersebut, jaksa akan menyita harta Herlan. Jika tak mencukupi juga, diganti dengan pidana penjara 5 tahun. Tuntutan jaksa ini membuat Herlan, keluarga, dan para kolega yang menungguinya histeris karena tuntutan jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Agung dianggap tak sesuai fakta.
Tuntutan itu dibacakan Jaksa Surma di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (26/4). Surma mengatakan, Herlan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer berdasarkan Pasal 2 Ayat (1)
Herlan tampil di persidangan tanpa didampingi penasihat hukumnya. Penasihat hukum memutuskan keluar dari persidangan sejak sidang pekan sebelumnya sebagai protes kepada majelis hakim yang diketuai Sudharmawatiningsih. Sudharmawatiningsih dianggap tidak adil karena hanya memberikan waktu sepekan bagi Herlan untuk mengajukan saksi atau ahli meringankan, sementara jaksa diberi waktu hingga empat bulan.
Herlan juga protes dengan cara menolak diperiksa sebagai terdakwa dan memilih bungkam ketika ditanya. Protes serupa dilakukan terdakwa Ricksy Prematuri, Direktur PT Green Planet Indonesia, kontraktor Chevron lainnya, dalam sidang terpisah.
Kasus Ricksy kemarin juga masuk tahap penuntutan. Namun, hingga pukul 22.00, sidang masih berlangsung.
Kasus ini menyeret dua orang dari pihak kontraktor dan tiga orang dari PT Chevron Pacific Indonesia.
Seusai sidang, istri Herlan, Sumiati, berteriak histeris sambil mengucapkan takbir. Sumiati lemas tak mampu berdiri. Herlan pun membopong istrinya keluar dari ruangan dan berhenti sejenak di pintu sambil menatap para jaksa yang sedang bersiap keluar. ”Saksikan ini semua, biar puas kalian. Ini koruptor, biar puas kalian. Hai jaksa,
”Jaksa zalim, tak tahu malu. Tuntutan orang mabuk itu tak sesuai fakta,” teriak seorang pengunjung seusai sidang.