Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dianggap Buramkan Kasus Susno, Apa Kata Yusril?

Kompas.com - 26/04/2013, 22:17 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Dewan Syuro Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra menjawab tudingan yang menganggapnya berusaha memburamkan substansi peristiwa eksekusi terpidana korupsi Susno Duadji. Menurut Yusril, dia tidak berusaha memaksakan pendapatnya dan tetap menyerahkan eksekusi kepada kejaksaan.

"Bahwa ada perbedaan pendapat mengenai eksekusi putusan batal demi hukum, termasuk putusan Pak Susno, saya hormati perbedaan pendapat itu. Saya juga tidak memaksakan pihak lain agar menerima pendapat saya," ujar Yusril dalam siaran persnya, Jumat (26/4/2013).

Yusril menilai bahwa mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal (Purn) Susno Duadji tidak bisa dieksekusi oleh kejaksaan meski kasasi Susno telah ditolak oleh Mahkamah Agung dalam perkara korupsi PT Salmah Arowana Lestara dan dana pengamanan Pilkada Jawa Barat. Yusril mengatakan, tidak ada perintah pelaksanaan eksekusi dalam putusan MA itu. Selain itu, terjadi kesalahan nomor perkara yang diputuskan MA sehingga jaksa tidak memiliki dasar hukum untuk menahan Susno.

Yusril mengatakan, penilaian tentang benar dan salahnya penafsiran keputusan perkara Susno diserahkan kepada sejarah. Ia mengakui kewenangan melakukan eksekusi menjadi kewenangan penuh dari jaksa. "Jika jaksa tetap ingin mengeksekusi putusan seperti itu, semuanya saya serahkan kepada sejarah untuk menilai. Jangan ada kesalahpahaman seolah-olah saya menghalangi eksekusi," kata Yusril.

Menurut Yusril, dia hanya berusaha mengingatkan. Tidak ada satu pihak pun yang berusaha dipaksakan untuk mendengarkan pendapat tentang keputusan MA yang menolak kasasi Susno. "Saya berdoa semoga Allah SWT menunjuki bangsa ini ke jalan yang lurus, jalan yang benar," ujarnya.

Perdebatan pasal

Perdebatan soal sah atau tidaknya eksekusi yang dilakukan kejaksaan bermula dari penolakan Susno. Susno dan kuasa hukumnya menilai bahwa putusan kasasi MA tidak mencantumkan perintah penahanan. Oleh karena itu, Susno berdalih eksekusi tak bisa dilakukan.

Tidak dicantumkannya perintah penahanan, dalam pandangan Susno, membuat putusan itu batal demi hukum. Kubu Susno mengacu pada ketentuan Pasal 197 ayat (2) KUHAP yang menyatakan bahwa putusan batal demi hukum jika tidak memuat ketentuan Pasal 197 ayat (1) KUHAP. Adapun Pasal 197 ayat (1) huruf k menyatakan bahwa surat pemidanaan di antaranya harus memuat perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan.

Pasal tersebut pernah diajukan uji materi oleh Parlin Riduansyah dengan Yusril sebagai kuasa hukumnya. Pemohon meminta agar mendalilkan bahwa Pasal 197 ayat (1) huruf k juncto Pasal 197 ayat (2) sepanjang frasa "batal demi hukum" dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), dan 28G ayat (1) UUD 1945 karena memuat rumusan yang menimbulkan ketidakpastian hukum.

Uji materi ini ditolak oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan yang dibacakan pada 22 November 2012. Dalam pendapatnya, MK menyatakan bahwa penafsiran tidak dimuatnya ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k dalam surat pemidanaan akan mengakibatkan putusan batal demi hukum justru bertentangan dengan UUD 1945. MK juga menyatakan, Pasal 197 ayat (2) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat bila diartikan surat putusan pemidanaan yang tidak memuat ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k mengakibatkan putusan batal demi hukum.

Selain itu, MK memutuskan perubahan bunyi Pasal 197 ayat (2) dengan menghapus bagian huruf k sehingga bunyinya menjadi, "Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, j, dan l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum".

Kaburkan substansi

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menilai, perdebatan soal eksekusi yang dilakukan kejaksaan terhadap Susno sudah mengaburkan substansi persoalan. Menurut dia, argumentasi yang dilontarkan Yusril menunjukkan bahwa Yusril tengah bermain dengan logika orang.

"Sudahlah, itu semua hanya permainan dia (Yusril) yang bermain dengan logika semua orang. Faktanya kasasi itu ditolak. Jadi, siapa pun tidak bisa mengaburkan substansinya," ujar Jimly, Kamis (25/4/2013) malam.

Menurut Jimly, perbedaan pandangan atas suatu putusan hukum sudah lazim terjadi. Namun, ia mengingatkan, ini bukan persoalan siapa yang benar dan salah. "Ini persoalan negara. Keputusan Mahkamah Agung mewakili keadilan negara itu sendiri. Kalau negara sudah membuat keputusan melalui MA, tentunya kejaksaan sebagai pemegang otoritas untuk eksekusi bisa langsung melaksanakannya," kata Jimly.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

    Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

    Nasional
    Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

    Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

    Nasional
    KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

    KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

    Nasional
    Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

    Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

    Nasional
    Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

    Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

    Nasional
    Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

    Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

    Nasional
    Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

    Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

    Nasional
    Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

    Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

    Nasional
    Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

    Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

    Nasional
    Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

    Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

    Nasional
    TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

    TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

    Nasional
    Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

    Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

    Nasional
    Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

    Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

    Nasional
    Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

    Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

    Nasional
    TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

    TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com