Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Pengenaan Pencucian Uang Bukan Baru di Kasus Djoko Susilo

Kompas.com - 24/04/2013, 00:25 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Dakwaan terhadap Irjen Djoko Susilo dinilai cacat hukum oleh pengacaranya terkait pengenaan pasal pencucian uang. Selain mempersoalkan penyidikan dilakukan atas aset sebelum 2011 atau sebelum pengadaan simulator SIM, pengacara Djoko pun menilai KPK tak mempunyai kewenangan menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Apa tanggapan KPK? 

"Di dalam UU TPPU, penegak hukum boleh mencurigai kalau harta itu diduga diperoleh dari tindak pidana korupsi. (Dalam kasus Djoko) karena tak sesuai dengan pendapatannya selama bekerja di Polri," kata Juru Bicara KPK Johan Budi, Selasa (23/4/2013). Dia mengatakan, Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) yang disahkan pada 2002 memberikan kewenangan kepada setiap penegak hukum untuk mencurigai harta terdakwa yang diduga diperoleh dari korupsi.

Menurut Johan, baru menjadi kesalahan bila pasal pencucian uang dikenakan untuk harta milik terdakwa yang didapat sebelum 2002, atau sebelum UU TPPU diundangkan. "Kalau itu tidak boleh sebelum ada asas legalitasnya," katanya.

Johan menambahkan, bukan kali ini saja seorang jaksa KPK menerapkan pasal TPPU. Dia menyebutkan contoh kasus pajak dengan terdakwa Bahasyim Assifie yang disidangkan pada 2010. "Kasus Bahasyim, TPPU diterapkan bahkan sampai tahun 2005 diusutnya," ujarnya.

Pengacara Djoko Santoso, Juniver Girsang, menilai KPK tidak berwenang menyidik aset kliennya yang diperoleh sebelum 2011. Korupsi yang dituduhkan kepada Djoko adalah terkait pengadaan simulator SIM pada 2011.

Selain itu, Juniver menilai KPK tidak berwenang menggunakan UU TPPU. "KPK menggunakan TPPU (tindak pidana pencucian uang) 2002 dan 2003, ini tidak ada kewenangan KPK karena KPK belum terbentuk di 2002 dan 2003," kata dia.

Menurut Juniver, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut tidak menyebutkan kewenangan KPK untuk mengusut pencucian uang. "Tentu dengan demikian, tuduhan yang mengaitkan di luar 2011 bukan kewenangan KPK atau disebut cacat hukum," tambahnya.

Juniver juga membantah bagian dakwaan KPK yang mengatakan bahwa Djoko memerintahkan mark up atau penggelembungan harga proyek simulator roda dua dan roda empat. Tim pengacara Djoko akan menyampaikan tanggapan atas dakwaan jaksa KPK ini melalui nota keberatan atau eksepsi, yang dijadwalkan akan dibacakan pada 30 April 2013.

Tim jaksa KPK mendakwa Djoko melakukan korupsi proyek simulator SIM dan pencucian uang. Aset Djoko yang dipersoalkan jaksa KPK tak hanya harta perolehan semasa Djoko menjabat sebagai Kepala Korlantas Polri pada 15 September 2010 hingga 23 Februari 2012.

Nilai aset yang dimasukkan dalam dakwaan mencapai lebih dari Rp 100 miliar. Selain aset semasa Djoko menjadi Kepala Korlantas, KPK juga memasukkan aset dari masa sebelum dan sesudah Djoko memangku jabatan itu. Batas awal aset yang disidik adalah perolehan mulai 2002. Selepas menjadi Kepala Korlantas Polri, Djoko menjabat sebagai Gubernur Akademi Kepolisian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

    Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

    Nasional
    Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

    Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

    Nasional
    Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

    Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

    Nasional
    Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

    Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

    Nasional
    PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

    PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

    Nasional
    Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

    Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

    Nasional
    Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

    Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

    Nasional
    Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

    Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

    Nasional
    PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

    PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

    Nasional
    Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

    Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

    Nasional
    Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

    Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

    Nasional
    Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

    Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

    Nasional
    KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

    KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

    Nasional
    Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

    Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com