JAKARTA, KOMPAS -
”Kami menolak tanpa kompromi pembahasan mengenai RUU Ormas itu. Di sini, kami meminta pemerintah dan DPR segera menghentikan pembahasan mengenai RUU Ormas tersebut,” ujar Mohammad Naufal Dunggio, koordinator aksi dari massa Muhammadiyah.
Naufal menilai, RUU Ormas dirancang untuk memasung kebebasan masyarakat untuk berserikat dan berkumpul. Padahal, Pasal 28E Ayat (3) UUD 1945 menyatakan, negara menjamin hak setiap warga negara untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Sekretaris Pimp inan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta Agustri Sundani mengatakan, seharusnya pemerintah berkaca pada sejarah. ”Lahirnya negara ini tidak bisa dilepaskan dari andil besar sejumlah ormas yang ada pada masa itu,” katanya.
Agustri mengatakan, apabila yang dikhawatirkan adalah ormas yang anarkistis, seharusnya pemerintah bertindak tegas atas perilaku seperti itu. ”Tak perlulah pemerintah dan anggota Dewan membuat UU Ormas. Justru ditakutkan nanti UU tersebut disalahartikan oleh para pemangku kepentingan di pusat dan daerah untuk memberangus sejumlah ormas atau mengekang kebebasan masyarakat,” tuturnya.
Arie Lamonjong, koordinator aksi dari Aliansi Rakyat untuk Kemerdekaan Berserikat, memandang, RUU Ormas lahir atas desakan sejumlah pemilik modal yang ingin mengamankan investasi. ”Terbukti, sejak 2010, sejumlah ormas buruh lahir menuntut upah lebih layak pada perusahaan yang menaunginya. Dari itu terlihat pemerintah ketakutan jika nanti para pemilik modal enggan berinvestasi lagi di sini,” ujarnya.
Unjuk rasa yang berlangsung pukul 09.00-14.00 tersebut menyebabkan arus lalu lintas di Jalan Gatot Subroto di depan Gedung DPR/MPR/DPD padat.(k04)
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.