Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

11 Anggota Kopassus Tersangka

Kompas.com - 05/04/2013, 03:59 WIB

Jakarta, Kompas - Dalam 17 hari, kasus pe- nyerbuan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Cebongan, Sleman, DI Yogyakarta, akhirnya terungkap. Ada 11 anggota Grup 2 Komando Pasukan Khusus Kandang Menjangan menjadi tersangka kasus itu, 9 di antaranya mengakui tindakan mereka.

”Para pelaku langsung mengakui tindakan mereka pada hari pertama tim investigasi bertemu mereka,” kata Ketua Tim Investigasi TNI AD Brigadir Jenderal Unggul Yudhoyono, Kamis (4/4), dalam konferensi pers bersama Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen Rukman Ahmad dan Asisten Intelijen Komandan Jenderal Kopassus Letkol (Inf) Richard Tampubolon. Menurut Unggul, pengakuan para pelaku itu yang membuat tim investigasi dapat bekerja cepat. Ada 11 tersangka, tetapi dua anggota berusaha mencegah.

Unggul menjelaskan, motif para pelaku adalah setia kawan kepada almarhum Sersan Kepala Santoso yang tewas diserang beramai-ramai di Hugo’s Cafe. Penyiksaan sadis yang dialami Santoso membuat teman-temannya di Kopassus marah.

Pengungkapan kasus tersebut, ujar Rukman Ahmad, adalah keterbukaan yang merupakan kebijakan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Pramono Edhie untuk menyampaikan kejujuran kepada masyarakat.

Terkait keterlibatan institusi atau pihak lain, Unggul mengatakan, sejauh ini bukti permulaan hanya mengarah kepada tersangka yang siap mempertanggungjawabkan tindakan mereka. Kasus ini selanjutnya akan ditangani pengadilan militer.

Terungkap pula bahwa senjata AK-47 yang digunakan saat menyerang LP Cebongan merupakan senjata yang digunakan dalam latihan di Gunung Lawu.

Namun, Unggul membantah ada surat bon (pinjam) tahanan dari polda yang dipakai penyerang. Hal itu hanya tipuan. Mereka yang terlibat dalam penyerangan itu berpangkat tamtama dan bintara. Jumlahnya pun sembilan orang, bukan 17 seperti dugaan selama ini. ”Karena mereka pasukan khusus, geraknya cepat, kesannya banyak,” kata Unggul.

Sejumlah pihak memberikan apresiasi terhadap keterbukaan TNI AD. Hendardi dari Setara Institute mengatakan, temuan investigasi itu patut diapresiasi walau mengejutkan. Temuan semacam itu langka, apalagi dilakukan dalam waktu singkat. Dia menilai KSAD telah memetik insentif politik dari ekspektasi publik.

Apresiasi juga disampaikan pengamat militer Andi Widjajanto yang melihat keterbukaan itu sebagai budaya militer baru yang tidak lagi menolerir pasukan siluman. Selain itu, menjadi indikator bahwa TNI tidak lagi berupaya memperoleh impunitas jika ada tindak kejahatan yang dilakukan anggotanya.

Hendardi memberikan catatan, pilihan TNI untuk membawa pelaku ke pengadilan militer tidak sepenuhnya memenuhi rasa keadilan publik. Pasalnya, peradilan militer tidak transparan dan akuntabel. Hal senada disampaikan AL Araf dari Imparsial yang mengatakan kasus itu bisa jadi momentum untuk reformasi peradilan militer

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com