Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KSAD: Ini Negara Hukum

Kompas.com - 30/03/2013, 04:13 WIB

Jakarta, Kompas - Indonesia adalah negara hukum. Untuk menegakkan hukum, TNI AD membentuk tim investigasi internal terkait penyerbuan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, Yogyakarta. Tim dibentuk karena ada indikasi keterlibatan oknum TNI AD yang bertugas di Jawa Tengah.

Pembentukan tim investigasi itu disampaikan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Pramono Edhie Wibowo di Markas TNI AD, Jakarta, Jumat (29/3). ”Negara ini adalah negara hukum. Semua harus mengikuti hukum,” kata Pramono.

Tim dibentuk atas perintah Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono yang mendapat masukan dari Polri bahwa ada indikasi keterlibatan oknum TNI AD yang bertugas di Jawa Tengah.

”Percayakan kepada kami, awasi kami. Kami akan transparan. Saya janji, siapa yang salah akan dihukum, yang benar akan dibela. Keterbukaan itu sudah masanya,” katanya.

Konferensi pers digelar untuk memberikan gambaran jelas kepada masyarakat atas berbagai pertanyaan dan informasi yang simpang siur atas peristiwa itu.

Menurut Pramono, TNI AD membentuk tim yang dipimpin Wakil Komandan Pusat Polisi Militer TNI AD Brigjen Unggul K pada 28 Maret. Tim terdiri atas sembilan orang yang unsur-unsurnya dari komando daerah militer (kodam), komando resor militer (korem), komando distrik militer (kodim), polisi militer (POM) daerah, dan Komando Pasukan Khusus (Kopassus).

Tim investigasi sudah bekerja menindaklanjuti informasi awal dari Polri. Hasil tim investigasi itu kemudian akan dicocokkan dengan temuan Polri agar tidak terjadi salah komunikasi.

Pramono juga mengakui, amunisi kaliber 7,62 milimeter masih digunakan TNI AD. Sebelumnya, polisi menyatakan menemukan 31 butir peluru kaliber 7,62 milimeter di lokasi penembakan di LP Cebongan. Menurut Pramono, amunisi itu digunakan untuk keperluan tertentu, selain amunisi kaliber 5,56 untuk senjata ringan buatan PT Pindad. Beberapa senjata yang masih menggunakan amunisi 7,62 milimeter adalah G3, AK-47, dan SP-762. ”Itu senjata yang sampai sekarang masih ada, yang menggunakan satuan tempur, bantuan tempur, dan kewilayahan,” katanya.

Mengenai pernyataan Pangdam IV/Diponegoro Mayjen Hardiono Saroso yang membantah keterlibatan TNI, Pramono mengatakan, pernyataan itu karena Pangdam harus mengedepankan keamanan wilayah. Saat itu, informasi belum lengkap. Sementara Pangdam harus memberikan jaminan keamanan dan ketenteraman masyarakat.

Terkait rencana kunjungan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ke Markas Grup 2 Kopassus di Kartasura, Pramono mengatakan, prosedurnya memang harus meminta izin kepada Panglima TNI untuk diteruskan kepada KSAD, kemudian ke Kopassus. Aturan itu berlaku untuk semua pihak, termasuk DPR pun harus memberi tahu Panglima TNI.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com