Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejaksaan Blunder Jika Tak Eksekusi Susno

Kompas.com - 27/03/2013, 19:52 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kejaksaan dinilai membuat kesalahan besar jika tidak segera mengeksekusi terpidana Susno Duadji. Kejaksaan akan dinilai diskriminatif lantaran ada perlakuan berbeda terhadap para terpidana dengan masalah yang sama.

"Kejaksaan membuat blunder kalau memperlakukan secara beda para pihak walau situasinya sama," kata anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Eva Kusuma Sundari, melalui pesan singkat, Rabu (27/3/2013). Sebelumnya, untuk ketiga kalinya Susno mangkir dari panggilan eksekusi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Tim penasihat hukum Susno mendatangi Kejari Jaksel untuk menolak penahanan Susno dengan alasan putusan Mahkamah Agung (MA) tidak mencantumkan perintah penahanan.

Sebagai pembanding, Eva menyinggung sikap Kejaksaan yang tetap mengeksekusi terpidana Anand Krishna meski sama-sama tidak ada perintah penahanan dalam putusan Anand. Namun, untuk Susno atau terpidana lain seperti Bupati Kepulauan Aru Theddy Tengko, kata dia, Kejaksaan lamban mengeksekusi.

Seperti diberitakan, pada 22 November 2012, MA menolak kasasi yang diajukan Susno. Namun, Susno menolak menjalankan hukuman yang dijatuhkan di tingkat sebelumnya, karena berpendapat putusan kasasi MA tidak mencantumkan perintah penahanan.

Lika-liku Susno

Melalui kuasa hukumnya, Fredrich Yunadi, penolakan eksekusi Susno menggunakan beragam dalih. Dari mempermasalahkan peraturan perundangan, tanda tangan dalam surat eksekusi, hingga kembali mempersoalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan Susno bersalah dalam dua perkara korupsi, yakni kasus penanganan perkara PT Salmah Arowana Lestari (SAL) dan kasus dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008.

Dalam kasus PT SAL, Susno terbukti bersalah menyalahgunakan kewenangannya saat menjabat Kepala Bareskrim Polri dengan menerima hadiah Rp 500 juta untuk mempercepat penyidikan kasus tersebut. Adapun dalam kasus Pilkada Jabar, Susno yang saat itu menjabat Kepala Polda Jabar dinyatakan bersalah memotong dana pengamanan sebesar Rp 4,2 miliar untuk kepentingan pribadi.

Susno yang telah pensiun dari Polri Juli 2012 itu, mengajukan banding, tetapi ditolak oleh Pengadilan Tinggi Jakarta sehingga dia tetap dihukum 3 tahun 6 bulan penjara. Meski berpendapat putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta itu cacat hukum, tetapi kasasi tetap diajukan ke MA. Putusan kasasi pun menyatakan menolak permohonan Susno, tapi sampai sekarang tak ada eksekusi untuk Susno.

Dalam putusan MA yang diterimanya pada 11 Februari 2013, sebut Fredrich, hanya tertulis MA menolak kasasi terdakwa Susno dan membebankan biaya perkara Rp 2.500. Fredrich mengatakan, eksekusi atas putusan kasasi MA ini tak bisa merujuk putusan MK tertanggal 22 November 2012 yang membatalkan ketentuan Pasal 197 Ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Mahkamah Konstitusi (MK) pada 22 November 2012, bertepatan dengan penolakan kasasi Susno, menyatakan ketentuan Pasal 197 Ayat 2 KUHAP bertentangan dengan konstitusi, sehingga dinyatakan tak berlaku. Fredrich berkilah putusan MK tidak berlaku surut.

Pasal 197 Ayat 2 KUHAP menyatakan bila ketentuan Pasal 197 Ayat 1 KUHAP tidak terpenuhi, maka putusan tersebut batal demi hukum. Pasal 197 Ayat 1 KUHAP mengatur soal kelengkapan amar putusan, dengan salah satu ketentuan pada huruf k menyebutkan keharusan pencantuman "perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan". Dengan putusan MK yang menyatakan pasal ini bertentangan dengan konstitusi dan dinyatakan tak berlaku, maka putusan yang tak mencantumkan perintah penahanan tidak lagi bisa disebut batal demi hukum.

Argumentasi yang dilontarkan kuasa hukum Susno berseberangan dengan pernyataan Juru Bicara MA, Djoko Sarwoko, terkait vonis kasasi Susno. "Kasus Susno Duadji diputus majelis Kasasi MA pada Kamis, 22 November 2012. Amar putusannya menolak kasasi terdakwa, sehingga putusan Pengadilan Tinggi Jakarta yang berlaku," kata Djoko, Selasa (4/12/2013).

Fredrich juga berpendapat, putusan perkar Susno cacat hukum, karena nomor perkara pada putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta berbeda dengan nomor perkara yang tercatat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. "Putusan Pengadilan Tinggi batal demi hukum karena putusannya salah," tegas dia.

Putusan PN Jaksel bernomor 1260/pid.B/2010PN.Jkt.Sel tertanggal 24 Maret 2011 menyatakan, Susno terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Ia dijatuhkan hukuman pidana penjara 3 tahun 6 bulan dan denda Rp 200 juta subsider kurungan penjara 6 bulan. Susno pun mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Pengadilan tinggi menolak banding dan memutuskan Susno tetap dipenjara 3 tahun 6 bulan.

Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, sebut Fredrich, mencantumkan nomor dan tanggal yang salah, merujuk putusan PN Jakarta Selatan. "Tertulis 'mengubah putusan Pengadilan Negeri jakarta Selatan nomor 1288/Pid.B/2010/PN.Jkt.Sel tanggal 21 Februari 2011', sehingga putusan itu adalah putusan di luar putusan Pak Susno," terangnya.

Jaksa Agung, Basrief Arief, pun berpendapat putusan kasasi yang tak menyebutkan perintah penahanan dan lama waktu hukuman penjara, tak berarti putusan tersebut menjadi tidak jelas. "Kalau ditolak kasasinya berarti apa itu? Kita lihat putusan Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi dia bersalah, dipidana 3 tahun 6 bulan. Jadi yang salah ini siapa?" kata Basrief di Istana Negara Jakarta, Kamis (21/3/2013).

 

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Kasasi Susno Ditolak

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

    Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

    Nasional
    Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

    Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

    Nasional
    Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

    MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

    Nasional
    PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

    PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

    Nasional
    Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

    Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

    Nasional
    MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

    MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

    Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

    Nasional
    Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

    Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

    Nasional
    Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

    Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

    Nasional
    Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

    Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

    Nasional
    FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

    FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

    Nasional
    Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

    Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

    Nasional
    Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

    Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

    Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com