JAKARTA, KOMPAS.com -- Bawaslu dan Center of Democracy Election and Constitution (Correct) menuding KPU melanggar kode etik. Ini disebabkan KPU menolak menjalankan putusan Bawaslu yang mengabulkan gugatan Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI).
Dalam sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang dipimpin Jimly Asshidiqie, Jumat (22/3/2013) di Jakarta, Direktur Eksekutif Correct, Refly Harun menilai, KPU keliru karena menolak putusan Bawaslu dan tidak sesuai fakta hukum.
Kenyataannya, kata Refly, putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Kamis (21/3/2013) menyebutkan sikap itu melawan hukum. Padahal, dalam diskusi tentang putusan Bawaslu yang mengabulkan gugatan PKPI tersebut di Jakarta pada Jumat (8/2/2013), Refly menilai substansi putusan Bawaslu bermasalah.
Saat itu Refly menjelaskan, putusan tidak mencerminkan pembuktian parpol memenuhi persyaratan sebagai peserta Pemilu. Sementara itu, dalam sidang, Ketua Bawaslu Muhammad mengatakan, penolakan KPU atas Putusan Bawaslu tanpa melakukan upaya hukum apapun tidak berdasar hukum dan bertentangan dengan mekanisme dan prosedur hukum. Karenanya, KPU dinilai melanggar azas kepastian hukum dan sumpah janji penyelenggara pemilu dengan tidak bekerja sesuai peraturan perundangan.
Bawaslu juga merasa KPU tidak menghargai Bawaslu sebagai sesama lembaga penyelenggara Pemilu.
Seusai sidang, Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, KPU menilai putusan Bawaslu yang memerintahkan KPU memasukkan PKPI sebagai peserta Pemilu 2014 tidak bisa dilaksanakan. Namun, saat itu belum ada ruang untuk melakukan upaya hukum.
Ruang untuk mengajukan upaya hukum malah diberikan dalam Fatwa Mahkamah Agung akhir Februari lalu. KPU menolak putusan Bawaslu karena dinilai melampaui kewenangan. Sebab, putusan Bawaslu menilai Peraturan KPU terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPRD, dan DPD.
Kewenangan pengujian aturan di bawah perundangan semestinya di Mahkamah Agung. Selain itu, putusan Bawaslu untuk masalah verifikasi calon peserta Pemilu dan daftar calon legislatif, dalam UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu, tidak disebutkan final dan mengikat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.