Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hotma: Djoko Susilo Tidak Siap Buktikan Keabsahan Harta

Kompas.com - 05/03/2013, 19:22 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengacara tersangka Inspektur Jenderal Djoko Susilo, Hotma Sitompul, mengatakan, seharusnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menyita harta milik kliennya yang sudah dimiliki sebelum 2011. Tindak pidana korupsi proyek simulator yang diduga dilakukan Djoko terjadi sesudah 2011.

"Yang di luar itu tidak boleh dibilang money laundering," kata Hotma seusai mengadu ke Komisi III DPR di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (5/3/2013). Dia mengungkapkan persoalan Djoko seusai mengadukan kasus kliennya yang lain, Raffi Ahmad.

Anggota Komisi III DPR Dari Fraksi Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, adalah yang mulai menyinggung kasus Djoko di sela pengaduan terkait kasus Raffi.  Ruhut menyarankan tim pengacara Raffi untuk mengikuti proses hukum yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN).

Menurut Ruhut, pihak luar tidak mengetahui apa saja barang bukti maupun saksi yang dimiliki BNN. Menurut dia, bisa saja nantinya perkara Raffi berkembang seperti kasus Djoko. "Kasus Djoko kan makin dalam. Akhirnya kena money laundering, rumahnya banyak yang disita," kata Ruhut.

Menjawab pernyataan Ruhut, Hotma balik meminta semua orang yang ada di ruang Komisi III DPR untuk melakukan pembuktian terbalik atas harta yang dimiliki masing-masing. "Suruh periksa harta dari 2003, termasuk Ruhut," ucapnya.

Namun, Hotma mengatakan, saat ini Djoko dan tim kuasa hukumnya belum siap membuktikan keabsahan harta yang sudah disita KPK. "Kami tidak siap juga untuk membuktikan. (Tapi) dia (KPK) tidak boleh mengusut di luar 2011 (dan) 2012 ," ujar Hotma.

Seperti diberitakan, hingga pekan lalu, KPK sudah menyita 11 rumah milik Djoko yang tersebar di sejumlah wilayah. Rinciannya, tiga rumah di kawasan Jakarta Selatan; satu rumah di Perumahan Pesona Khayangan, Depok; dua rumah di Solo; tiga rumah di Yogyakarta; satu rumah di Bogor; dan satu rumah di Semarang.

Menurut KPK, penyitaan dilakukan agar tidak ada perpindahan aset selama proses hukum di KPK masih berjalan. Meski demikian, rumah-rumah yang disita itu tetap boleh ditempati penghuninya.

KPK menetapkan Djoko sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek simulator SIM. Mantan Kepala Korlantas Polri itu diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak lain yang merugikan keuangan negara.

Dalam pengembangan penyidikan, KPK menjerat Djoko dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Modus pencucian uang Djoko diduga dilakukan melalui pembelian aset berupa properti, baik tanah maupun lahan, dan diatasnamakan kerabat serta orang dekat Djoko.

Berdasarkan informasi dari KPK, nilai aset yang diperoleh sejak 2012 mencapai Rp 15 miliar. Sementara nilai aset yang diduga diperoleh sejak Djoko menjabat Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya sebesar Rp 30 miliar. Nilai aset ini belum termasuk sejumlah lahan di Leuwinanggung, Bogor, dan Cijambe, Subang.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Dugaan Korupsi Korlantas Polri

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

    Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

    Nasional
    Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

    Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

    Nasional
    Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

    Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

    Nasional
    Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

    Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

    Nasional
    Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

    Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

    Nasional
    Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

    Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

    Nasional
    Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

    Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

    Nasional
    Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

    Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

    Nasional
    TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

    TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

    Nasional
    Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

    Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

    Nasional
    Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

    Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

    Nasional
    Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

    Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

    Nasional
    Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangi Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

    Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangi Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

    Nasional
    Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

    Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

    [POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com