PEKANBARU, KOMPAS.com - Kecenderungan pemakaian narkotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba) di Indonesia, menunjukkan kecenderungan meningkat setiap tahun. Apabila tidak diantisipasi dan diwaspadai, dua tahun mendatang pengguna barang haram itu, bakal menembus angka lima juta orang.
"Kalau kita tidak waspada, angka lima juta itu tidak mustahil. Keterlibatan asing dalam sindikat narkoba, semakin kuat dengan melakukan segala macam cara. Dahulu orang hanya mengenal narkoba murni, seperti ganja, morfin atau heroin. Sekarang banyak sekali pengembangan produk-produk narkotika, ada sabu, ekstasi dan saat ini muncul lagi katinon," ujar Kepala Deputi Pemberdayaan Masyarakat Badan Narkotika Nasional, Vincentius Sambudiyono, di Pekanbaru, Selasa (5/3/2013).
Menurut Sambudiyono, saat ini pengguna narkoba di Tanah Air sudah mencapai 3,6 juta sampai 4,3 juta orang. Pemakai berada pada rentang usia sangat besar dari 10 tahun sampai dengan 60 tahun, dengan strata beragam, dari miskin sampai orang kaya. Hampir semua profesi dapat dimasuki dari mulai pegawai, dokter, pilot penegak hukum sampai hakim.
Narkoba dinilai lebih jahat dari terorisme. Terorisme biasanya berlangsung singkat dan cepat diketahui, sebaliknya narkoba berkelanjutan dan jarang diketahui.
"Peredaran narkoba akan semakin sulit dicegah, karena sindikat narkoba memiliki uang tanpa batas dan lintas negara," tambah Sambudiyono.
Untuk menangkal perkembangan peredaran narkoba, menurut Sambudiyono, tidak ada cara yang lebih ampuh daripada keterlibatan masyarakat. Seluruh komponen masyarakat, pemerintah dan dunia diharapkan dapat bahu membahu melakukan sinergi. Bahkan diperlukan sebuah aksi bersama untuk berperang melawan narkoba.
"Semuanya dimulai dari rumah tangga. Kita akan melakukan penyuluhan ke keluarga-keluarga. Mudah-mudahan, dari keluarga akan berkembang ke RT, RW, sampai seluruh masyarakat mengetahui bahaya narkoba," tutur Sambudiyono.
"Pernah satu kali, ada seorang ibu menangis karena anaknya mati akibat narkoba, padahal setiap hari sang ibu menemukan bong saat membersihkan kamar anaknya. Si ibu tidak tahu bahwa bong itu alat yang dipakai anaknya untuk mengonsumsi narkoba," tambahnya.
Hukuman pengedar narkoba sebenarnya sudah cukup tinggi, dengan ancaman tertinggi hukuman mati. Saat ini, sedikitnya ada 70 orang yang sudah divonis mati, namun belum menjalani eksekusi.
Menurut Sambudiyono, diperlukan keseriusan dari kejaksaan sebagai instansi yang dapat mengeksekusi putusan pengadilan agar lebih menimbulkan efek jera kepada para pengedar.
Untuk pemakai narkoba, BNN baru dapat menyediakan rumah rehabilitasi yang memiliki kapasitas sangat minim. Rumah rehabilitasi di Lido, Jawa Barat, misalnya hanya mampu menampung 500 orang. Ada juga rumah rehabilitasi di Sulawesi Selatan yang hanya dapat menampung 100 orang. Padahal, jumlah penderita narkoba mencapai angka empat jutaan orang.
"Kami berharap peran dunia usaha dan swasta dapat membuat rumah-rumah rehabilitasi untuk para pengguna," kata Sambudiyono.
Pada kesempatan sama, Kepala BNN Riau, Bambang Setiawan, mengungkapkan, Riau telah menjadi salah satu daerah transit utama narkoba di Tanah Air. Posisi Riau yang dekat dengan negara tetangga, terutama Malaysia, kerap dijadikan pintu masuk peredaran narkoba dari luar negeri. Beberapa kejadian penyelundupan narkoba telah dipergoki, namun tidak membuat peredaran menjadi lebih sepi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.