Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anas "Bayi yang Tak Diharapkan", Siapa Ayahnya?

Kompas.com - 28/02/2013, 18:01 WIB
Sabrina Asril, Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Anas Urbaningrum merasa sebagai "bayi yang tidak diharapkan" dalam pidato pengunduran dirinya dari Ketua Umum Partai Demokrat pada 23 Februari lalu. Anas pun mengaku pernah diminta mundur dari bursa calon ketua umum Partai Demokrat pada kongres di Bandung, Mei 2010 silam. Siapakah ayah yang tak menghendaki "bayi yang tidak diharapkan" itu?

Di dalam wawancara khusus Kompas TV di kediaman Anas pada Kamis (28/2/2013), Anas membuka asal mula mengapa dirinya merasa sebagai bayi yang tak diharapkan. "Kalau dibuka ke belakang, ya kita bicara fakta. Saya bukan yang difavoritkan. Yang difavoritkan oleh beliau adalah senior saya," ujar Anas.

Ketika didesak untuk mengungkapkan siapa yang dimaksud Anas "beliau", Anas pun menjawab, "Sampeyan sudah tahu masih tanya juga." Dia pun tak menjelaskan lebih lanjut soal topik itu.

Pada Kongres Partai Demokrat pada 2010 lalu untuk memilih ketua umum baru, ada tiga kandidat yang bertarung. Mereka adalah Anas Urbaningrum, Andi Alfian Mallarangeng, dan Marzuki Alie, yang baru menyatakan maju sebagai calon ketua umum sehari sebelum kongres.

Tanpa diduga, Anas berhasil keluar sebagai pemenang. Padahal, ketika itu, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menjagokan Andi Mallarangeng yang pernah menjadi juru bicara presiden. Anas mengaku, lantaran seniornya difavoritkan, ia pun diminta menjadi sekretaris jenderal.

"Saya diminta jadi sekjen karena itu saya diminta berhenti. Waktu itu diminta mundur sebagai calon ketum," kata Anas. Setelah itu, Anas mengatakan sang senior yang disebut Anas itu mendapatkan pula bala bantuan dari orang-orang yang dimintakan SBY untuk mendukung.

Namun, Anas menolak permintaan itu dan tetap maju menjadi calon ketua umum. Anas membantah jika akibat keputusannya itu membuat hubungannya dengan SBY tidak harmonis.

"Saya pahami bukan tidak harmonis. Pada waktu itu, itulah dinamika politik demokrasi. Namanya kan Partai Demokrat," ucap Anas. Ia percaya bahwa Partai Demokrat waktu itu menjunjung dan mempraktikkan serta memuliakan nilai-nilai atau prinsip demokrasi.

"Itu yang saya yakini. Prinsip itu yang saya pegang," kata Anas. Namun, ia kemudian menyadari prinsip itu tak semanis realitanya. "Ternyata, partai di Indonesia tidak selalu mudah praktikkan demokrasi seperti itu sehingga saya rasa ada sesuatu yang membekas itu berpengaruh pada perjalanan saya sebagai ketum lebih dari 2,5 tahun," ucap mantan Ketua Umum PB-HMI ini.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Krisis Demokrat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Jokowi Gelar Buka Puasa di Istana, 2 Menteri PDI-P Tak Tampak

    Jokowi Gelar Buka Puasa di Istana, 2 Menteri PDI-P Tak Tampak

    Nasional
    Polisi Tangkap 5 Tersangka Pengoplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

    Polisi Tangkap 5 Tersangka Pengoplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

    Nasional
    Jokowi Buka Puasa Bersama Para Menteri, Duduk Semeja dengan Prabowo-Airlangga

    Jokowi Buka Puasa Bersama Para Menteri, Duduk Semeja dengan Prabowo-Airlangga

    Nasional
    Skandal Pungli di Rutan, Dewas KPK Minta Seleksi Pegawai Diperketat

    Skandal Pungli di Rutan, Dewas KPK Minta Seleksi Pegawai Diperketat

    Nasional
    Saat Karutan KPK Tutup Mata soal Pungli Berujung Sanksi Etik Berat...

    Saat Karutan KPK Tutup Mata soal Pungli Berujung Sanksi Etik Berat...

    Nasional
    Kubu Ganjar Dalilkan Suaranya Nol, Tim Prabowo: Tak Ada Buktinya

    Kubu Ganjar Dalilkan Suaranya Nol, Tim Prabowo: Tak Ada Buktinya

    Nasional
    Di Sidang MK, Tim Hukum Prabowo-Gibran Bantah Menang karena Intervensi Jokowi

    Di Sidang MK, Tim Hukum Prabowo-Gibran Bantah Menang karena Intervensi Jokowi

    Nasional
    Soal Bakal Oposisi atau Tidak, PDI-P: Sudah 'Clear', Diserahkan pada Ketua Umum

    Soal Bakal Oposisi atau Tidak, PDI-P: Sudah "Clear", Diserahkan pada Ketua Umum

    Nasional
    Jokowi Targetkan Negosiasi Kepemilikan Saham PT Freeport Selesai Juni 2024

    Jokowi Targetkan Negosiasi Kepemilikan Saham PT Freeport Selesai Juni 2024

    Nasional
    Indonesia Kirim Bantuan untuk Palestina Lewat Udara, TNI Bakal 'Drop' di Yordania

    Indonesia Kirim Bantuan untuk Palestina Lewat Udara, TNI Bakal "Drop" di Yordania

    Nasional
    RI Segera Kuasai 61 Persen Saham Freeport, Jokowi: 80 Persen Pendapatan Akan Masuk ke Negara

    RI Segera Kuasai 61 Persen Saham Freeport, Jokowi: 80 Persen Pendapatan Akan Masuk ke Negara

    Nasional
    Penyidikan Selesai, Nilai Gratifikasi dan TPPU Hakim Agung Gazalba Saleh Capai Rp 9 M

    Penyidikan Selesai, Nilai Gratifikasi dan TPPU Hakim Agung Gazalba Saleh Capai Rp 9 M

    Nasional
    Kenaikan Pemudik Diprediksi Capai 56 Persen Tahun Ini, Jokowi Imbau Masyarakat Mudik Lebih Awal

    Kenaikan Pemudik Diprediksi Capai 56 Persen Tahun Ini, Jokowi Imbau Masyarakat Mudik Lebih Awal

    Nasional
    Jokowi: Mudik Tahun ini Kenaikannya 56 Persen, Total Pemudik 190 Juta

    Jokowi: Mudik Tahun ini Kenaikannya 56 Persen, Total Pemudik 190 Juta

    Nasional
    Jawaban Puan Ditanya soal Wacana Pertemuan Prabowo-Megawati Usai Pilpres 2024

    Jawaban Puan Ditanya soal Wacana Pertemuan Prabowo-Megawati Usai Pilpres 2024

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com