Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hambalang Itu Halaman Ketiga...

Kompas.com - 27/02/2013, 02:00 WIB

Menyebut kasus Hambalang tanpa melihat latar belakang Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkap kasus ini sama saja seperti menafikan Muhammad Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat pilihan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

Sebelum mengusut kasus ini, KPK menyidik kasus wisma atlet SEA Games di Jakabaring, Palembang. KPK menangkap Mindo Rosalina Manulang dari marketing PT Anugerah Nusantara dan Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah Mohammad El Idris sesaat setelah menyuap Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam pada 11 April 2011. Duta Graha adalah kontraktor yang memenangi tender pembangunan wisma atlet, sementara PT Anugerah Nusantara merupakan bagian dari Grup Permai.

Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, majelis hakim menyebut Grup Permai dikendalikan Nazaruddin. Di pengadilan yang sama, Mindo mengungkapkan, Anas adalah pemimpinnya di PT Anugerah Nusantara pada 2008. Ketika itu, PT Anugerah berkantor di Casablanca, Kuningan, Jakarta Selatan. Anas memiliki ruangan tersendiri di lantai 4, satu lantai dengan Nazaruddin.

Ketika KPK mulai menyidik kasus suap wisma atlet inilah, pada 23 Mei 2011, Nazaruddin kabur ke luar negeri. Dia kabur ke Singapura hingga akhirnya ditangkap KPK di Cartagena, Kolombia, 7 Agustus 2011. Sebaiknya kita juga jangan lupa, hampir semua elite Partai Demokrat ketika itu tak ada yang mengakui Nazaruddin kabur. Mereka bilang dia hanya berobat jantung ke Singapura.

Dalam pelariannya, Nazaruddin mulai cerita soal proyek Hambalang. Dia menuturkan, korupsi wisma atlet tak seberapa dibandingkan dengan proyek Hambalang. Dia menyebut sejumlah nama kolega satu partainya yang tahu dan terlibat, dari Angelina Sondakh, Mahyudin, Ignatius Mulyono, hingga Andi Alifian Mallarangeng yang ketika itu menjabat Menpora.

KPK tak mau hanya berpegang pada pengakuan Nazaruddin. Beruntung KPK punya saksi-saksi dan alat bukti lengkap. Mindo mau bekerja sama. Dia mengungkapkan bagaimana Grup Permai dan anak perusahaannya berperan menggiring proyek pemerintah. Digiring agar Grup Permai, anak perusahaannya, atau perusahaan lain yang sudah membayar fee kepada mereka bisa menang tender.

Untuk bisa menggiring tender, mereka mengincar proyek ketika anggarannya hendak dibahas di DPR. Uang pun ditebar kepada anggota DPR dan pejabat pemerintah untuk bisa ”mengijon” proyek agar dimenangi Grup Permai atau perusahaan yang telah membayar fee kepada mereka.

Di sini, KPK punya saksi kunci, staf keuangan Grup Permai, Yulianis dan Oktarina Furi. Dua orang ini pemegang catatan keuangan, semacam log book Grup Permai yang berisi ke mana saja duit kas perusahaan mengalir dan digunakan untuk apa. Sejumlah nama penting tercatat di log book ini, dari anggota DPR, pejabat pemerintah, hingga petinggi kepolisian.

Bukti dan keterangan saksi-saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta menjadi penting untuk mengusut apa saja setelah suap wisma atlet. Dari kasus ini, KPK menetapkan Nazaruddin jadi tersangka pencucian uang dalam pembelian saham Garuda. Lalu, Angelina menjadi tersangka suap pembahasan anggaran di Kementerian Pendidikan Nasional serta Kemenpora.

Dari suap wisma atlet inilah, KPK menyelidiki kasus Hambalang. Hingga akhirnya, pada 19 Juli 2012, KPK menetapkan tersangka pertama kasus Hambalang, yaitu Deddy Kusdinar, pejabat Kemenpora yang juga pejabat pembuat komitmen proyek Hambalang. Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ketika itu, ini baru anak tangga pertama dalam kasus ini. Ucapan Bambang terbukti. Pada awal Desember 2012, KPK menetapkan Andi sebagai tersangka. Dan, Jumat (22/2), KPK menetapkan Anas jadi tersangka.

Jadi, kasus Hambalang ini bukan halaman pertama. Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, ”Itu halaman ketiga, dan akan ada halaman keempat, kelima, dan seterusnya.” (KHAERUDIN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com