Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lugu jika Sebut Kasus Anas Tak Bermuatan Politik

Kompas.com - 23/02/2013, 11:49 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai tidak independen dalam mengusut kasus dugaan korupsi proyek Hambalang yang menyangkut tersangka Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Melihat berbagai peristiwa selama ini, pengaruh politik terhadap perkara Anas dinilai sangat terasa.

Penilaian itu disampaikan praktisi hukum Ahmad Rifai, anggota Komisi III DPR Taslim Chaniago, dan pengamat hukum Universitas Indonesia Chudry Sitompul saat diskusi di Jakarta, Sabtu (23/2/2013).

Taslim mengatakan, tarik ulur penanganan kasus Anas di KPK sangat terasa. Dia menyinggung pernyataan beberapa pimpinan KPK yang menyiratkan Anas akan ditetapkan tersangka. Pernyataan itu disampaikan berkali-kali sejak tahun lalu.

Selain itu, tambah Taslim, bocornya draf surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Anas menandakan ada yang tidak beres di KPK. Saat ini, KPK tengah melakukan penyelidikan internal terkait bocornya draf tersebut dengan membentuk komite etik.

"Selama ini tidak pernah ada sprindik bocor keluar. Kenapa ketika Anas bocor? Ini pertanyaan yang tidak perlu dijawab kebetulan. Bisa saja untuk saling jegal pimpinan yang tidak setuju Anas tersangka, untuk mempercepat. Ini saling bertarung sengit di dalam tubuh KPK," kata politisi Partai Amanat Nasional itu.

Rifai mengatakan, tidak bisa dipungkiri kali ini KPK terpengaruh kekuatan politik. Dia mengaku pernah berbicara dengan salah satu komisioner KPK tahun lalu bahwa status Anas akan dinaikkan menjadi tersangka. Namun, hal itu tidak terjadi.

Belakangan, Rifai mengaku yakin Anas akan menjadi tersangka setelah bocornya sprindik. Ditambah lagi keputusan Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua Majelis Tinggi Demokrat yang mengambil alih partai serta diwajibkannya jajaran Demokrat untuk menandatangani pakta integritas.

"Jadi sebenarnya bisa dari dulu Anas tersangka. Tapi ada hitungan-hitungan politik sehingga tertunda. KPK terkadang bisa tumpul juga ketika ada nilai-nilai politis dan kekuasaan," kata mantan pengacara pimpinan KPK itu.

Chudry menilai tidak mungkin KPK bebas dari kepentingan politik. Pasalnya, kata dia, pimpinan KPK dipilih oleh politisi. "Tidak ada yang gratis. Jadi lugu kalau kita katakan ini murni karena hukum," ucap dia.

Seperti diberitakan, KPK menyangka Anas melanggar Pasal 12 Huruf a atau Huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 12 UU Pemberantasan Tipikor antara lain menyebutkan, "Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar".

Huruf a dan b dalam Pasal 12 UU Pemberantasan Tipikor memuat ketentuan pidananya, yakni pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

Nama Anas pertama kali disebut terlibat dalam kasus ini oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Dalam penyelidikan KPK terkait kasus Hambalang, Anas diduga diberi mobil mewah Toyota Harrier oleh Nazaruddin tahun 2009. KPK telah memperoleh bukti berupa cek pembelian mobil mewah tersebut sejak pertengahan tahun lalu. Cek pembelian ini sempat tidak diketahui keberadaannya.

Anas dinilai harus mundur dari jabatan Ketua Umum lantaran sudah menandatangani pakta integritas. Salah satu substansi dari pakta integritas itu, yakni "bila ditetapkan sebagai tersangka, terdakwa, atau terpidana dalam kasus korupsi, kader bersedia mengundurkan diri dari jabatan di Partai Demokrat dan siap menerima sanksi pemecatan dari Dewan Kehormatan partai".

Ikuti perkembangan kasus Ansa dalam topik pilihan "Skandal Proyek Hambalang".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

    Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

    Nasional
    Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

    Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

    Nasional
    Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

    Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

    Nasional
    Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

    Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

    Nasional
    AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

    AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

    Nasional
    Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

    Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

    Nasional
    Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

    Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

    Nasional
    AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

    AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

    Nasional
    Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

    Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

    Nasional
    Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

    Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

    Nasional
    Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

    Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

    Nasional
    Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

    Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

    Nasional
    AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

    AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

    Nasional
    Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

    Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com