Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Untuk Pertama Kalinya, PN Tipikor Jakarta Bebaskan Terdakwa Korupsi

Kompas.com - 19/02/2013, 19:15 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Untuk pertama kalinya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memutus bebas terdakwa kasus korupsi. Putusan bebas diberikan kepada mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines (PT MNA) Hotasi Nababan. (Baca: Mantan Dirut Merpati Divonis Bebas).

"Di PN Tipikor Jakarta, ini yang pertama kalinya," kata anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho melalui pesan singkat yang diterima wartawan, Selasa (19/2/2013).

Selama ini, pengadilan yang dibentuk sekitar 2005 itu tercatat tidak pernah membebaskan terdakwa. Mulai dari penegak hukum, anggota DPR, mantan menteri, hingga pejabat/penyelenggara negara yang diadili di PN Tipikor Jakarta dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara.

Bahkan, ada sejumlah terdakwa yang divonis di atas 10 tahun penjara. Sebut saja Hengky Samuel Daud yang divonis 15 tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan pemadam kebakaran atau jaksa Urip Tri Gunawan divonis dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara.

Tradisi itu pun seolah luntur. Hari ini, majelis hakim Tipikor Jakarta memvonis bebas Hotasi. Selaku Direktur Utama PT MNA, Hotasi dianggap tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama terkait penyewaan pesawat jenis Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 pada 2006.

Putusan yang dibacakan majelis hakim Pangeran Napitupulu, Hendra Yosfin, dan Alexander Marwata itu pun menyatakan agar Hotasi dipulihkan harkat, martabat, serta hak-haknya sebagai warga negara.

"Menyatakan terdakwa Hotasi Nababan tidak terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dalam dakwaan primer dan tuntutan, membebaskan terdakwa dari segala dakwaan, memilihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabatnya," kata hakim Pangeran.

Atas putusan ini, Emerson meminta Kejaksaan Agung selaku pihak yang membawa perkara ini di pengadilan untuk melakukan eksaminasi kembali. "Ini untuk melihat secara komprehensif terkait kasus ini apakah kasus ini perdata atau pidana," ujarnya.

Pada intinya, lanjut Emerson, putusan yang dinyatakan majelis hakim Tipikor ini harus dipandang realistis. Jika memang putusan ini diambil dengan dasar pertimbangan yang dapat dipertanggungjawabkan, katanya, masyarakat harus menghormati vonis tersebut.

Sejak lahirnya Undang-Undang Pengadilan Tipikor pada 2009, Pengadilan Tipikor tidak hanya menangani perkara yang diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi, tetapi juga dari kejaksaan dan kepolisian. Pengadilan khusus perkara korupsi ini pun tidak hanya didirikan di Jakarta, tetapi juga didirikan di hampir seluruh provinsi di Indonesia.

Sebelumnya, PN Tipikor Bandung pernah memutus bebas terdakwa korupsi. Pengadilan tersebut memutus bebas Wali Kota Bekasi nonaktif Mochtar Mohamad yang didakwa melakukan empat perkara korupsi. Namun, putusan bebas ini dianulir majelis hakim pada Mahkamah Agung. Di tingkat kasasi, Mochtar dijatuhi vonis penjara selama enam tahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com