Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/02/2013, 16:54 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi akan membentuk komite etik untuk menelusuri kebocoran dokumen yang diduga surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Anas Urbaningrum. Komite etik hanya dibentuk jika pembocoran dokumen tersebut diduga melibatkan unsur pimpinan KPK. Namun, jika hanya diduga melibatkan pihak di bawah pimpinan, KPK akan membentuk dewan pertimbangan pegawai (DPP).

"Kalau benar dibocorkan oleh orang-orang KPK maka ada pengusutan apakah melanggar kode etik atau tidak. Kalau yang membocorkan selevel di luar pimpinan, maka tim pengawas akan bikin DPP (dewan pertimbangan pegawai)," kata Juru Bicara KPK Johan Budi, di Jakarta, Senin (11/2/2013). Menurut dia dokumen itu hanya diketahui beberapa orang, di antaranya, pimpinan, deputi penindakan, direktur penyidikan, direktur penyelidikan, dan penyidik/penyelidik yang tergabung dalam satuan tugas Hambalang.

Namun sebelum membentuk komite etik dan DPP, lanjut Johan, KPK akan meneliti terlebih dahulu apakah dokumen semacam sprindik yang beredar di kalangan wartawan itu memang berasal dari KPK atau bukan. Jika dokumen itu bukan berasal dari KPK atau diduga palsu, kata dia, KPK mempersilakan orang yang dirugikan atas penyebaran dokumen tersebut untuk melaporkan kepada Kepolisian.

Johan juga menegaskan, KPK belum menerbitkan sprindik atas nama Anas Urbaningrum. Kalaupun dokumen yang beredar itu dari KPK, dia memperkirakan itu bukanlah sprindik melainkan dokumen atau proses administrasi sebelum satu sprindik diterbitkan. "Jadi semacam draf persetujuan. Apalagi itu tidak bernomor dan tidak lengkap tanda tangan pimpinan KPK," ujar Johan.

Adapun yang disebut sprindik, menurut Johan, hanya mencantumkan satu tanda tangan pimpinan KPK. Sprindik juga jelas nomornya, serta memuat nama-nama penyidik/penyelidik yang tergabung dalam satuan tugas Hambalang.

Dokumen yang diduga sprindik atas nama Anas Urbaningrum pertama kali muncul dalam pemberitaan suatu situs media online. Dalam foto yang ditampilkan, dokumen tersebut ditandatangani tiga unsur pimpinan KPK, yakni Abraham Samad, Adnan Pandu Praja, serta Zulkarnaen. Dokumen itu menyebut Anas sebagai tersangka, dengan sangkaan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Skandal Proyek Hambalang

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

    Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

    Nasional
    Dukungan ke Airlangga Mengalir saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan jadi Ketum Golkar

    Dukungan ke Airlangga Mengalir saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan jadi Ketum Golkar

    Nasional
    Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Mulai Dibangun September Tahun Ini

    Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Mulai Dibangun September Tahun Ini

    Nasional
    KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif 'Fee Proyek' yang Biasa Dipatok Ke Pengusaha

    KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif "Fee Proyek" yang Biasa Dipatok Ke Pengusaha

    Nasional
    Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

    Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

    Nasional
    Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

    Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

    Nasional
    Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

    Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

    Nasional
    RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

    RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

    Nasional
    Spanduk Seorang Ibu di Sumut Dirampas di Hadapan Jokowi, Istana Buka Suara

    Spanduk Seorang Ibu di Sumut Dirampas di Hadapan Jokowi, Istana Buka Suara

    Nasional
    Jokowi dan Gibran Diisukan Masuk Golkar, Hasto Singgung Ada Jurang dengan PDI-P

    Jokowi dan Gibran Diisukan Masuk Golkar, Hasto Singgung Ada Jurang dengan PDI-P

    Nasional
    Saat Jokowi Bertemu 2 Menteri PKB di Tengah Isu Hak Angket Kecurangan Pemilu...

    Saat Jokowi Bertemu 2 Menteri PKB di Tengah Isu Hak Angket Kecurangan Pemilu...

    Nasional
    Sisa 4 Provinsi yang Belum Direkapitulasi, Sebelum KPU Tetapkan Hasil Pemilu 2024

    Sisa 4 Provinsi yang Belum Direkapitulasi, Sebelum KPU Tetapkan Hasil Pemilu 2024

    Nasional
    Puncak Mudik Jatuh 5-7 Apriil 2024, 6 Ruas Tol Beroperasi Fungsional

    Puncak Mudik Jatuh 5-7 Apriil 2024, 6 Ruas Tol Beroperasi Fungsional

    Nasional
    Respons Parpol KIM hingga Gibran Buntut Golkar Minta Jatah 5 Menteri

    Respons Parpol KIM hingga Gibran Buntut Golkar Minta Jatah 5 Menteri

    Nasional
    Pemerintah Dianggap Kerdilkan Kondisi HAM di Indonesia Dalam Sidang Komite PBB

    Pemerintah Dianggap Kerdilkan Kondisi HAM di Indonesia Dalam Sidang Komite PBB

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Lengkapi Profil
    Lengkapi Profil

    Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com