Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Memalukan Punya Komnas HAM seperti Ini!"

Kompas.com - 08/02/2013, 12:32 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kisruh internal di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang berujung pada kosongnya kursi pimpinan Komnas HAM dinilai akan membuat para pelanggar HAM yang saat ini masih berkeliaran semakin leluasa. Permintaan sembilan komisioner Komnas HAM atas perubahan masa pimpinan dari 2,5 tahun menjadi 1 tahun dinilai sarat kepentingan.

"Para penjahat HAM akan leluasa karena tidak ada kerja dari Komnas HAM. Mereka akan terus langgeng mengekspansi sumber daya alam, mendiskriminasi hukum, dan maju di pemilu," ujar Koordinator Kontras, Haris Azhar, di Jakarta, Jumat (8/2/2013).

Perubahan tata tertib (tatib) tersebut ditolak oleh Ketua Komnas HAM Otto Nur Abdullah, Wakil Ketua Sandra Moniaga, serta komisioner, M Nurkhoiron dan Roichatul Aswidah. Posisi Otto saat ini sebagai pimpinan sementara hingga diputuskan pimpinan baru dalam rapat paripurna Maret 2013.

Haris menilai, situasi ini akan berakibat pada pelemahan Komnas HAM. Alasan pihak yang menginginkan perubahan tata tertib tersebut tak berdasar.

"Ini menunjukkan bahwa orang-orang ini, terutama tim sembilan, orang yang mendukung perubahan tatib, tidak punya mental advokasi HAM. Orang-orang ini mengatasnamakan perbaikan birokrasi di dalam Komnas HAM, tapi solusinya tidak nyambung, yaitu mengubah masa jabatan ketua menjadi satu tahun," ujarnya.

Menurut Haris, permintaan perubahan tatib tersebut justru membuka tabir bahwa para komisioner tidak punya agenda yang jelas dan komitmen dalam situasi HAM yang memburuk di Indonesia. Apalagi, ada yang mempermasalahkan fasilitas Komnas HAM. Haris mengungkapkan, hal itu dibuktikan dengan pembahasan perubahan tatib yang tertutup. Rapat yang berlangsung pada Rabu tidak bisa diikuti oleh Civil Society Organizations (CSO), staf Komnas HAM, dan  Sekjen.

"CSO sudah mengajukan permintaan notulen rapat awal soal kisruh tatib sebagaimana dijanjikan salah satu anggota, tapi tetap tidak diberikan. Memalukan punya Komnas HAM seperti saat ini. Kasihan pencari keadilan dan kebenaran di Indonesia," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

    Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

    Nasional
    Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

    Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

    Nasional
    Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

    Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

    Nasional
    Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

    Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

    Nasional
    Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

    Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

    Nasional
    KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

    KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

    Nasional
    Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

    Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

    Nasional
    Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

    Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

    Nasional
    Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

    Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

    Nasional
    Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

    Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

    Nasional
    Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

    Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

    Nasional
    DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

    DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

    Nasional
    Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

    Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

    Nasional
    KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

    KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

    Nasional
    Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

    Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com