Jakarta, Kompas -
”Kami akan melakukan pembenahan total,” kata Anis di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/2).
Kasus hukum yang menimpa Luthfi dianggap sebagai peringatan bagi PKS untuk melakukan pembenahan. Untuk pembenahan ini, Anis berkeliling ke sejumlah daerah, di antaranya Jawa Barat dan Sumatera Utara. Di kedua provinsi itu, PKS akan bertarung memenangkan calon yang mereka dukung dalam pemilihan umum kepala daerah.
Selama berada di daerah, Anis merasakan dukungan kader dan simpatisan PKS masih cukup baik. ”Saya menemukan fakta, ada beda antara opini pengamat dan situasi di lapangan. Saya bertemu tokoh masyarakat, masyarakat Tionghoa di Sumut, mereka terus memberikan dukungan kepada PKS,” ujarnya.
Kemarin, Anis resmi mundur dari jabatan Wakil Ketua DPR. Surat disampaikan dalam rapat pimpinan DPR yang dipimpin Ketua DPR Marzuki Alie.
Fraksi PKS belum menentukan pengganti Anis. Menurut Ketua DPP PKS Nasir Djamil, pengganti Anis sudah mengerucut ke dua nama, yakni Zulkieflimansyah (Wakil Ketua Komisi XI) dan Sohibul Iman (anggota Komisi VI). Menurut rencana, pengganti Anis akan diumumkan Jumat ini. Marzuki berharap pengganti Anis bisa diajak bekerja sama.
Sementara itu, banyaknya kasus korupsi yang dilakukan politisi, termasuk dari partai politik berbasis agama, ikut menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap partai politik berbasis agama.
”Gejala ini sebenarnya sudah mulai terjadi tahun 1950-an dan tahun 1960-an saat Muhammadiyah menyatakan dukungannya kepada Masyumi dan Nahdlatul Ulama menjadi Partai NU. Ketika kebijakan yang dihasilkan tidak sesuai dengan harapan masyarakat untuk bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat, orang menemui kekecewaan terhadap peran agama di ranah publik,” kata Direktur Eksekutif Maarif Institute Fajar Riza Ul Haq di Balai Muhammadiyah, Solo, Jawa Tengah, kemarin.
Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, Sudarno Shobron, mengatakan, politisi membajak agama untuk kepentingan meraih kekuasaan sebenarnya sudah tidak relevan lagi pada masa kini.