JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dinilai keliru karena menganggap pengusaha Siti Hartati Murdaya berjasa dalam memajukan perekonomian daerah Buol. Hal itu disesalkan karena menjadi salah satu pertimbangan untuk meringankan hukuman Hartati dalam kasus suap pengurusan hak guna usaha di Buol.
"Saya meragukan hal tersebut. Pasalnya sudah jamak diketahui publik kalau usaha perkebunan kelapa sawit hanya menguntungkan kelompok pengusaha dan elit lokal, masyarakat tetap hanya menjadi buruh. Hakim keliru," ujar Donal Fariz, aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), saat dihubungi, Selasa (5/1/2013).
Hal yang terjadi justru dinilai sebaliknya, yakni perekonomian rakyat di daerah tetap terpuruk. Bahkan, dapat berimbas pada sengketa tanah dengan warga maupun memicu konflik agraria. Untuk itu, putusan hakim dinilai tidak melihat dampak secara luas.
"Menurut saya, banyak kasus yang terjadi. Tidak hanya pada Hartati. Itu hanya menguntungkan pengusaha dan kelompok tertentu. Seharusnya hakim dapat melihat hal itu," ujarnya.
ICW pun menyatakan kecewa atas putusan ringan tersebut. Kepekaan hakim tipikor dinilai telah luntur terhadap kehajatan luar biasa itu. Hukuman ringan dinilai tak akan memberikan efek jera para koruptor. Untuk diketahui, pertimbangan tersebut meringankan hukuman Hartati menjadi 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan. Hal yang meringankan lainnya adalah perilaku sopan Hartati selama proses hukumnya.
Sementara, hal yang memberatkan yakni, perbuatan Hartati dianggap telah mennciderai tatanan birokrasi pemerintahan yang bersih dan memberantas korupsi. Perbuatannya juga dinilai kontraproduktif sebagai pengusaha. Putusan ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni hukuman lima tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan.
Putusan itu dibacakan majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (4/2/2013). Selaku direktur utama PT Hardaya Inti Plantation dan PT Cipta Cakra Murdaya (CCM), Hartati terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan dengan memberikan uang senilai total Rp 3 miliar kepada Bupati Buol Amran Batalipu terkait kepengurusan izin usaha perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah.
Majelis hakim menyatakan, Hartati terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP sesuai dengan dakwaan pertama.
Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Vonis Hartati Murdaya