Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serentak, Capres Alternatif Muncul

Kompas.com - 01/02/2013, 02:39 WIB

Jakarta, Kompas - Pemilihan umum secara serentak menjadi jawaban untuk memunculkan banyak calon presiden dan calon wakil presiden alternatif. Jika pemilu legislatif dan pemilu presiden dilakukan bersamaan, syarat kepemilikan kursi atau perolehan suara bagi partai politik dan gabungan partai politik untuk mencalonkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tidak dipelukan.

Demikian disampaikan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie dalam diskusi ”Revisi Undang-Undang Pilpres, demi Keadilan untuk Semua” di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/1).

Dia menjelaskan, peluang hadirnya banyak capres dalam Pemilu 2014 masih terbuka. Salah satunya dengan mengajukan uji materi UU No 42/2008 tentang Pemilu Presiden (Pilpres). UU Pilpres mengatur pilpres diselenggarakan setelah pemilu legislatif selesai dilaksanakan.

Padahal, dalam Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945 disebutkan, pasangan capres-cawapres diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu sebelum pemilu. ”Itu artinya, konstitusi menginginkan pemilu legislatif dan pilpres diselenggarakan bersamaan,” tuturnya.

Jika uji materi dikabulkan MK, secara otomatis, pilpres harus diselenggarakan bersamaan dengan pemilu legislatif. Dengan pilpres dan pemilu legislatif serentak, menurut Jimly, syarat ambang batas kepemilikan kursi DPR atau perolehan suara dalam pemilu legislatif untuk mengusung capres-cawapres tidak diperlukan. Parpol peserta pemilu memiliki hak yang sama untuk mengusung pasangan capres-cawapres sehingga kemungkinan munculnya banyak capres-cawapres lebih besar.

”Ini juga akan membuat pemilu lebih efisien dan sistemnya lebih sederhana,” katanya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Gerakan Indonesia Raya A Muzani berpendapat, syarat pengajuan capres-cawapres harus disesuaikan dengan amanat Pasal 6 Ayat (1) dan Ayat (2) UUD 1945. Pasal itu menyebutkan, pasangan capres-cawapres diajukan oleh parpol atau gabungan parpol sebelum pemilu dimulai.

Pendiri lembaga riset Soegeng Sarjadi Syndicate, Soegeng Sarjadi, mengusulkan agar ambang batas pencalonan presiden dihapus. Pasalnya, selama ini, penetapan syarat minimal kepemilikan kursi atau perolehan suara parpol dan gabungan parpol untuk mengajukan capres-cawapres dianggap tidak adil. Partai besar cenderung mengusulkan ambang batas tinggi dan partai kecil meminta ambang batas rendah.

Menurut dia, seharusnya semua parpol peserta pemilu punya hak sama untuk mengusung capres-cawapres sehingga tokoh alternatif bisa muncul. (NTA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com