Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan KPK Langsung Menahan Luthfi

Kompas.com - 31/01/2013, 19:52 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi membantah telah tebang pilih dengan langsung menangkap dan menahan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Luthfi Hasan Ishaaq setelah KPK menetapkan Luthfi sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap terkait kuota impor daging sapi.

Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, tidak ada alasan politis di balik penahanan Presiden Partai Keadilan Sejahtera yang telah mengundurkan diri tersebut. Keputusan untuk langsung menangkap dan menahan Luthfi itu, kata Johan, murni berdasarkan penilaian penyidik.

"Tidak ada hal khusus atau perlakukan khusus, tapi memang murni kewenangan penyidik dengan alasan subyektif dan obyektif apakah seorang tersangka itu perlu ditahan atau tidak," kata Johan dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (31/1/2013), setelah Luthfi dibawa ke Rumah Tahanan Guntur.

Johan menyatakan, penyidik mempunyai penilaian sendiri mengenai perlu atau tidaknya Luthfi ditahan. Dalam memutuskan hal itu, paling tidak penyidik KPK mempertimbangkan tiga hal. Pertimbangan pertama menyangkut kemungkinan tersangka akan menghilangkan barang bukti. Faktor kedua terkait potensi melarikan diri, mengganggu, atau memengaruhi saksi-saksi yang akan diperiksa KPK nantinya. Hal ketiga berhubungan dengan kemungkinan seorang tersangka melakukan tindak pidana korupsi lain.

"Jadi, alasan-alasan subyektif itulah yang memang dipertimbangkan penyidik. Penyidik yang tahu," ujar Johan.

Johan menuturkan, kasus dugaan suap yang melibatkan Luthfi ini berawal dari proses tangkap tangan oleh KPK. Lembaga antikorupsi itu menangkap empat orang di sebuah hotel di Jakarta dan di kawasan Cawang, Jakarta Timur, Selasa (29/1/2013) malam. Tiga dari empat orang yang tertangkap tangan itu ditetapkan sebagai tersangka, yakni Ahmad Fathanah yang disebut dekat dengan Luthfi dan dua direktur PT Indoguna Utama, yakni Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi. Ketiganya langsung ditahan KPK pada Kamis dini hari seusai menjalani pemeriksaan.

Johan mengatakan, KPK akan langsung menahan seorang tersangka jika kasusnya berawal dari tangkap tangan. "Coba bandingkan kasus KPK dalam tangkap tangan, semua yang jadi tersangka pasti ditahan dalam waktu 1 x 24 jam," katanya.

Meskipun demikian, menurut Johan, penetapan Luthfi sebagai tersangka tidak serta-merta hanya berdasarkan operasi tangkap tangan KPK pada Selasa malam lalu. "Ada peristiwa-peristiwa yang penyidik tahu, kemudian disimpulkan LHI (Luthfi) terlibat sehingga penyidik tetapkan sebagai tersangka. Tidak ada maksud dan tujuan lain, kecuali penegakan hukum," kata Johan.

Dalam kasus ini, Luthfi dan Fathanah diduga menerima suap dari PT Indoguna terkait kebijakan impor daging sapi. Informasi dari KPK menyebutkan, ada komitmen Rp 40 miliar yang diduga dijanjikan kepada Luthfi. Komitmen itu dihitung dari banyaknya kuota daging yang diizinkan, dikalikan dengan Rp 5.000 per kilogram daging.

Adapun uang Rp 1 miliar yang disita dari proses tangkap tangan KPK diduga sebagai uang muka dari komitmen Rp 40 miliar tersebut. Luthfi diduga menggunakan pengaruhnya sebagai Presiden Partai Keadilan Sejahtera sekaligus anggota DPR untuk mengintervensi pihak-pihak yang berwenang mengatur impor daging sapi. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Luthfi menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Presiden PKS.

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Skandal Suap Impor Daging Sapi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

    Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

    Nasional
    Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

    Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

    Nasional
    Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

    TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

    Nasional
    Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

    Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

    Nasional
    Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

    Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

    Nasional
    Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

    Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

    Nasional
    Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

    Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

    Nasional
    KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

    KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

    Nasional
    Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

    Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

    Nasional
    Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

    Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

    Nasional
    Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

    Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

    Nasional
    Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

    Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

    Nasional
    KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

    KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com