Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Angkutan Kota di Bandung Tidak Lama Lagi Tinggal Sejarah...

Kompas.com - 29/01/2013, 03:00 WIB

Kendaraan melaju amat lambat, dan deretan kendaraan terlihat panjang memenuhi ruas jalan akibat kemacetan lalu lintas. Pemandangan semacam itu, terutama pagi, siang, dan sore hari, kini sudah menjadi rutinitas yang terjadi di Kota Bandung, Jawa Barat. Apalagi, kota ini memang memiliki banyak daya tarik, di antaranya wisata belanja dan kuliner.

Kemacetan umumnya melanda sejumlah ruas jalan yang menjadi pintu masuk Kota Bandung, seperti Jalan AH Nasution, Jalan Kopo, Jalan Mohammad Hatta, dan Jalan Rajawali.

Langganan macet lainnya adalah kawasan obyek wisata, yakni Jalan Setiabudi dan Jalan Sersan Bajuri (Lembang), Tol Pasteur atau Jalan Layang Pasopati, Jalan Taman Sari (kebun binatang), ataupun Jalan Gatot Subroto (Trans Studio). Kemacetan juga selalu terjadi di kawasan pusat perbelanjaan, di antaranya Jalan Otista (Pasar Baru), Jalan Ir Djuanda (factory outlet), Jalan RE Martadinata (factory outlet), Jalan Cibaduyut (pabrik sepatu), Jalan Cihampelas (bahan jins), Jalan Sukajadi (Mal Paris Van Java), dan Jalan Merdeka.

Namun, ada satu hal yang menonjol dari fenomena itu, yakni volume jenis kendaraan yang terbanyak adalah sepeda motor dan mobil pribadi, yang jauh lebih banyak dari angkutan umum.

Kepala Dinas Perhubungan Kota Bandung EM Ricky Gustiadi mengemukakan, salah satu penyebab kemacetan, volume kendaraan saat ini makin tinggi, sedangkan laju pertambahan jaringan jalan berlangsung lambat. ”Pertumbuhan volume kendaraan antara 10-15 persen per tahun. Namun, pertambahan jaringan dalam periode lima tahun terakhir, 2002-2007, hanya 1,03 persen,” kata Ricky.

Total luas area jalan saat ini cuma 2,96 persen. Padahal, idealnya mencapai 10-30 persen dari luas wilayah Kota Bandung, 167,29 kilometer persegi. Berdasarkan data Dinas Perhubungan Kota Bandung, jumlah kendaraan tahun 2011 sebanyak 1.320.749 unit, dan terbanyak adalah sepeda motor 947.477 unit (72 persen) serta mobil 138.522 unit (10,4 persen).

Untuk penggunaan moda transportasi, masyarakat lebih memilih kendaraan pribadi, seperti sepeda motor (55,78 persen) dan mobil (30,96 persen). Pilihan terhadap angkutan umum hanya 13,25 persen.

”Fenomena ini turut menyebabkan tingkat kemacetan yang tinggi. Pemerintah daerah mengupayakan proporsi penggunaan kendaraan setidaknya 60:40, yakni 60 persen penggunaan angkutan umum, dan sisanya kendaran pribadi. Namun, untuk ke arah sana harus dilakukan pembenahan dalam meningkatkan kualitas ataupun kuantitas pelayanan angkutan massal,” ujar Ricky.

Masyarakat umumnya dalam bepergian juga lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi karena alasan keamanan dan kenyamanan. Seperti halnya dengan sepeda motor yang dinilai lebih lincah, hemat, dan cepat. Sepeda motor juga dapat menerobos kemacetan.

”Saya sudah mempunyai sepeda motor sendiri tahun 2005, dan sejak saat itu sampai sekarang saya tidak pernah naik angkot lagi,” ujar Tata Taryaka (48), warga Kota Cimahi, Jabar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com