Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merasa Diperlakukan Tak Adil, Mantan Jurnalis Mengadu ke DPR

Kompas.com - 21/01/2013, 11:29 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan jurnalis Metro TV, Luviana, mengadukan nasibnya setelah dipecat tanpa alasan jelas oleh manajemen stasiun televisi tersebut ke Komisi IX dan Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar di Gedung Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (21/1/2013). Luviana kembali menuntut keadilan dan meminta agar bos Metro TV, Surya Paloh, merealisasikan janjinya. Dalam pertemuan itu, Luviana menceritakan kronologi pemecatannya. Ia mengatakan, setelah bekerja selama lebih dari 10 tahun, Luviana dibebastugaskan pada 31 Januari 2012.

"Saat itu, saya mau bekerja pun tidak bisa. Setiap saya datang ke kantor, selalu dihalangi petugas keamanan," ucap Luviana.

Atas sikap tidak menyenangkan itu, Luviana bersama dengan tim litigasi dan nonlitigasi Aliansi Melawan Topeng Restorasi (Metro) dan Aliansi Solidarity for Luviana (Sovi) bertemu dengan Surya Paloh pada tanggal 5 Juni 2012.

"Di pertemuan itu, Surya Paloh berjanji akan mempekerjakan kembali di Metro TV," ujar Luviana.

Namun, alih-alih bisa bekerja kembali, Luviana justru menerima surat pemecatan pada 27 Juni 2012. Sejak tanggal 1 Juli 2012 hingga hari ini, Luviana pun tidak mendapatkan gaji. Hal ini dinilai menyalahi Undang-Undang Tenaga Kerja Nomor 23 Tahun 2003 yang menyatakan sebelum ada proses inkracht, buruh harus tetap digaji. Setelah itu, Luviana bersama aliansi pendukungnya melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Partai Nasional Demokrat, 16 Januari lalu. Akan tetapi, massa demonstran diserang oleh sekelompok orang yang keluar dari kantor Nasdem. Mereka kemudian merusak seluruh atribut demonstran.

Kuasa hukum Luviana, Maruli Rajagukguk, menyayangkan sikap Partai Nasdem yang berbalik menuding Luviana memolitisasi kasus ini. Menurutnya, aksi unjuk rasa di depan kantor Nasdem dilakukan karena Surya Paloh berkantor di sana.

"Bukan maksud untuk memolitisasi. Sayang sekali pernyataan Nasdem yang menuding kami memolitisasi ini. Kami hanya mencari Surya Paloh," kata Maruli.

Ketua Komisi IX Ribka Tjiptaning mengungkapkan, pihak media massa harus netral. "Wartawan saja diperlakukan begini, ini kan repot," ujar Ribka.

Luviana juga menyerahkan surat rekomendasi dari Komnas HAM dan Komnas Perempuan. Surat rekomendasi itu menyatakan bahwa Metro TV telah melakukan pelanggaran UU Ketenagakerjaan dan pelanggaran HAM. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengatakan pihaknya akan mengambil alih. Selama ini, kasus Luviana dan Metro TV ini ditangani oleh Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Barat.

"Karena sudah dijalani Dinas dan perkaranya tidak berjalan, maka akan kami tarik. Mungkin kami akan cari mediator baru supaya ada jalan baru," kata Muhaimin.

Maruli mengatakan, pihaknya akan terus menagih janji Muhaimin. Ia pun meminta agar Menakertrans tidak takut menangani kasus ini lantaran banyak pihak yang menuding adanya upaya politisasi.

"Ini jelas kasus tenaga kerja, harusnya menteri tidak perlu takut. Ini sudah masuk kewenangannya penuh," ujar Maruli.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menjelang Putusan Sengketa Pilpres di MK, Kubu Ganjar-Mahfud Harap Tak Berakhir Antiklimaks

Menjelang Putusan Sengketa Pilpres di MK, Kubu Ganjar-Mahfud Harap Tak Berakhir Antiklimaks

Nasional
Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Nasional
MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Nasional
Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Nasional
Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Nasional
MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

Nasional
Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com