Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud MD: Pejabat Kebal Uang, Tapi Tidak Tahan Tawaran Seksual

Kompas.com - 13/01/2013, 16:23 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mendukung penerapan sanksi bagi gratifikasi seksual. Menurutnya, pejabat negara saat ini mulai banyak yang anti terhadap suap dalam bentuk uang. Namun, mereka masih belum tahan akan godaan seksual yang bisa digolongkan sebagai gratifikasi kepuasaan seksual.

"Gratifikasi seksual itu kadang kala lebih dahsyat daripada gratifikasi uang. Banyak orang kebal dengan uang tapi tidak kebal dengan tawaran seksual. Itu banyak sekali," ujar Mahfud, Minggu (13/1/2013), di Hotel Bidakara Jakarta.

Mahfud mengatakan bahwa pada masa Orde Baru lalu sajian seksual kerap disediakan pada setiap perjalanan dinas ke daerah. "Pejabat bisa membuat kebijakan diminta oleh perempuan nakal atau simpanan, banyak laporan ke saya. Ini sebagai fakta," imbuh Mahfud.

Untuk mengatur soal gratifikasi seks, Mahfud melihat perlu ada pertimbangan khusus yang mengaturnya. Pasalnya, gratifikasi dalam bentuk seksual sulit jika harus dikonversikan dalam bentuk numerik.

"Rumusan tindak pidananya susah. Kalau tindak pidana asusila bisa, tapi kan pidananya asusila kecil. Kalau mau ditindak pidana penyuapan ya, penyuapan itu biasanya materiil," ucap Mahfud.

KPK Bahas Gratifikasi Seksual

Sebelumnya diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyusun aturan mengenai pemberian gratifikasi dalam bentuk pelayanan seks. Wakil Ketua KPK Adnan Pandupraja mengatakan, sejauh ini belum ada aturan yang jelas mengenai batasan gratifikasi dalam bentuk pelayanan seksual tersebut.

"Walaupun sebenarnya menurut rekomendasi dari UNCAC terhadap pasal gratifikasi mesti lebih disempurnakan. Ke depan kita akan membuat detail semua agar lebih mudah dipahami," kata Adnan di Jakarta, Selasa (8/1/2013).

Menurut Adnan, beberapa instansi masih ragu apakah pelayanan seks ini dapat digolongkan sebagai jenis gratifikasi atau bukan. Masalahnya, kata Adnan, ada batasan rupiah pada pengertian gratifikasi yang diatur dalam undang-undang.

Direktur Gratifikasi KPK Giri Supradiono menambahkan, pemberian berupa pelayanan seks sebenarnya dapat digolongkan sebagai gratifikasi. Dalam undang-undang, lanjutnya, gratifikasi tidak harus dalam bentuk uang tunai tetapi juga dalam bentuk lain seperti potongan harga ataupun kesenangan.

"Memang pembuktiannya tidak mudah, jadi ini jatuhnya ke case building (pembangunan kerangka kasus) karena itu harus dibuktikan," tambahnya.

Meskipun demikian, lanjut Giri, Indonesia dapat belajar dari Singapura yang mulai menerapkan hukuman untuk pemberian gratifikasi berupa pelayanan seks. Sejauh ini, belum ada kasus gratifikasi seks yang ditangani KPK.

Berdasarkan pemberitaan Kompas, dalam kasus dugaan suap proyek pembangkit listrik tenaga uap dengan tersangka Emir Moies, diduga ada uang yang mengalir untuk pembayaran jasa hiburan khusus laki-laki dewasa di Paris, Perancis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

    Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

    Nasional
    Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

    Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

    Nasional
    MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

    MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

    Nasional
    Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

    Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

    Nasional
    Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

    Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

    Nasional
    Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

    Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

    Nasional
    Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

    Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

    [POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

    Nasional
    Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

    Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

    Nasional
    Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

    Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

    Nasional
    Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

    Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

    Nasional
    Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

    Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

    Nasional
    PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

    PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

    Nasional
    Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

    Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com