JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Golkar menyatakan tidak akan memberikan bantuan hukum jika ada kadernya yang tersangkut dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang. Golkar juga meminta kadernya yang menjadi saksi dalam kasus ini menjelaskan secara gambalang tanpa ada yang ditutup-tutupi dalam proyek senilai Rp 1,2 triliun itu.
"Golkar terbuka dan persilakan proses hukum dilakukan secara adil sesuai prinsip bersama di depan hukum. Golkar tidak akan lindungi kader-kadernya yang terseret dan juga tidak akan lakukan pembelaan karena itu tindakan individual," ujar Ketua DPP Partai Golkar, Hajriyanto Y Thohari, Jumat (11/1/2013), di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Hal ini menyusul pemeriksaan terhadap politisi Partai Golkar Kahar Muzakir yang sempat menjadi anggota Pokja Anggaran Komisi X DPR. KPK hari ini memeriksa Kahar untuk menelusuri proses penganggaran proyek Hambalang di Komisi X.
"Kalau diminta sebagai saksi, kami minta sampaikan saja informasi dan data-data yang diketahui, jangan ditutup-tutupi karena ini bagian dari sikap politik kami, mendukung pemberantasan korupsi," ujar Wakil Ketua Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) ini.
Hajriyanto juga mengatakan partainya tidak memberikan bantuan hukum jika kadernya nanti terbukti terlibat kasus hukum. "Tidak ada dari partai. Biasanya mereka cari sendiri karena itu kan sikap individu bukan partai," imbuhnya lagi.
Diberitakan sebelumnya, KPK mulai memeriksa satu per satu anggota Komisi X. Pada 2010, Kemenpora dan Komisi X DPR mulai membahas proyek Hambalang, termasuk usulan mengenai penambahan anggaran menjadi Rp 2,5 triliun dari Rp 125 miliar.
Selain Kahar, lembaga antikorupsi itu memeriksa anggota DPR, I Gede Pasek Suardika, yang juga bertugas di Komisi X pada 2010. Selain itu, KPK juga memeriksa anggota DPR, Primus Yustisio, yang juga pernah menjadi anggota Komisi X. Seusai diperiksa, keduanya mengaku ditanya soal pembahasan usulan penambahan anggaran proyek Hambalang.
Dalam kasus Hambalang ini, KPK menetapkan Deddy Kusdinar dan Andi Mallarangeng sebagai tersangka. Deddy dijerat dalam kapasitasnya sebagai pejabat pembuat komitmen, sementara Andi sebagai pengguna anggaran. Keduanya diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang untuk menguntungkan diri sendiri dan pihak lain, serta merugikan keuangan negara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.