Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Dirut Merpati Dituntut Empat Tahun Penjara

Kompas.com - 07/01/2013, 20:56 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines (PT MNA), Hotasi Nababan dituntut hukuman empat tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Dia dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait penyewaan pesawat jenis Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 pada 2006.

Tuntutan ini dibacakan tim jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (7/1/2013). Menurut jaksa, Hotasi terbukti melanggar Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jakarta juncto Pasal 55 KUHP sebagaimana tercantum dalam dakwaan subsider.

Menuntut supaya majelis hakim tindak pidana korupsi memutuskan untuk menghukum terdakwa Hotasi Nababan empat tahun penjara dikurangi masa tahanan kota, dan memerintahkan agar terdakwa ditahan di rumah tahanan dengan ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum (JPU), Franky Son.

Hotasi dianggap terbukti menyalahgunakan kewenangannya selaku Dirut PT MNA sehingga menguntungkan pihak lain namun justru merugikan negara dalam penyewaan dua jenis pesawat Boeing tersebut. Adapun kerugian negara yang timbul akibat kesengajaan Hotasi ini mencapai 1 juta dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 9,3 miliar.

Perbuatan itu dilakukan Hotasi bersama-sama mantan General Manager Aircraft Procurement Division Merpati, Tony Sudjiarto yang perkaranya diadili secara terpisah. Menurut jaksa, pada 2006, Hotasi membuat rencana penyewaan dua unit pesawat Boeing tersebut tanpa memasukkannya dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) PT MNA.

Rencana penyewaan pesawat ini pun tidak melalui persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS), yakni Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal ini dianggap melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 22 Ayat (1) dan (2) UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

Meskipun mengetahui hal itu melanggar aturan, menurut jaksa, Hotasi tetap melanjutkan rencana penyewaan dua pesawat tersebut. PT MNA pun menerima proposal dari Thirdtone Aircraft Leasing Group (TALG), Washington DC selaku pihak yang menawarkan pesawat.

Penawaran ini pun dilanjutkan dengan penandatanganan perjanjian kedua belah pihak. Berdasarkan kesepakatan tersebut, PT MNA harus menyetorkan dana 1 juta dollar AS dalam bentuk security deposit ke rekening kantor pengacara Hume & Associate yang merupakan perwakilan TALG.

Penyetoran uang ke kantor pengacara Hume & Associate tersebut melalui security deposit tersebut dianggap bukan instrumen pembayaran yang aman. Selain itu, Hotasi pun dianggap mengetahui kalai pesawat  Boeing 737-500 yang akan disewa MNA dari TALG itu masih dimiliki dan dikuasai pihak lain, yakni East Dover Ltd. “Karena ternyata belum ada purchase agreement antara TALG dengan East Dover,"  kata Jaksa.

Meskipun mengetahu hal itu, penyetoran uang tetap dilakukan. Namun, pesawat yang dijanjikan untuk disewa oleh PT MNA tersebut tidak kunjung datang sementara uang 1 juta dollar AS yang sudah dibayarkan melalui security deposit itu tidak dapat ditarik kembali. Olehkarena itulah, kebijakan Hotasi ini dianggap sudah merugikan keuangan negara namun menguntungkan pihak lain.

"Terdakwa mengetahui uang tersebut akan digunakan untuk kepentingan lain, selain sebagai jaminan, sehingga menguntungkan Alan Messner (Presiden Direktur Thirdstone) sebanyak US$ 200 ribu dan John Cooper (Direktur Operasional Thirdstone) US$ 800 ribu, serta merugikan negara US$ 1 juta," kata jaksa.

Menanggapi tuntutan jaksa tersebut, pihak Hotasi mengajukan pledoi atau nota pembelaan yang dibacakan dalam persidangan berikutnya.
 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com