Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Kantongi Rapor Merah di 2012

Kompas.com - 30/12/2012, 21:28 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat mengantongi rapor merah sepanjang tahun 2012. Hal tersebut membuktikan kinerja lembaga legislatif tidak optimal dalam memperjuangkan aspirasi rakyat. Indikator buruknya kinerja lembaga legislatif tercermin dari empat aspek, yaitu kinerja legislasi, anggaran, pengawasan dan Badan Kehormatan.

Hal tersebut disampaikan oleh koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Sebastian Salang dalam pemaparan evaluasi kinerja DPR tahun 2012 di kantornya, Jakarta, Minggu (30/12/2012).

"Kinerja pelaksanaan tiga fungsi utama yaitu legislasi, anggaran dan pengawasan secara prosedural administratif berjalan. Namun, secara fungsional substansialnya mengalami kemerosotan bahkan cenderung merusak citra lembaga dewan," kata Sebastian.

Menurut Sebastian, kinerja legislasi buruk tercermin dari produktivitas dan kualitas undang-undang rendah. Target legislasi 2012 sebesar 64 RUU, terangnya, hanya 10 RUU yang merupakan prioritas tahun 2012. Pencapaian dari hal itu juga minim dengan 1 RUU dari prioritas 2012 sementara 9 RUU dibahas di tahun 2011.

"Empat undang-undang (UU Pemilu, UU APBN, UU Penanganan Konflik Sosial, dan UU Pendidikan Tinggi) dari pencapaian DPR di tahun 2012 juga telah digugat di Mahkamah Konstitusi karena mengandung sejumlah persoalan. Itu artinya secara kualitas buruk," ujarnya.

Sedangkan, aspek anggaran di DPR, menurut Sebastian, justru menjadi lahan korupsi. Hal itu, katanya, terlihat dari kinerja DPR yang berhasil mendorong tambahan penerimaan negara APBN 2012 kurang lebih Rp 18 triliun. Namun, anggaran tersebut tidak untuk menambah belanja publik tetapi untuk belanja rutin pemerintah pusat.

"Politik anggaran yang dijalankan DPR masih berorientasi pada proyek dan kepentingan sendiri serta pemerintah," katanya.

Sebastian mengatakan, politik anggaran tersebut mengakibatkan wakil rakyat terlibat korupsi. Selama 2012, ada empat wakil rakyat yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi, yaitu Angelina Sondakh dari Fraksi Demokrat, Wa Ode Nurhayati dari Fraksi PAN, Emis Moeis dari Fraksi PDIP, dan Zulkarnaen Djabar dari Fraksi Golkar. Hal tersebut memperjelas bahwa praktik politik anggaran di DPR dimanfaatkan untuk memperkaya diri dan kroni.

"Masih banyak anggota dewan yang diduga terlibat korupsi, ada yang dipanggil KPK dan namanya disebut oleh sejumlah saksi. Namun status mereka belum jelas," katanya.

Sedangkan, dalam aspek pengawasan terlihat DPR bekerja dengan tidak efektif. Menurut Sebastian, pengawasan pelaksanaan perundangan dan penggunaan keuangan negera jauh dari harapan. Hal itu terlihat dari banyaknya kasus korupsi pengawasan penggunaan anggaran negara. Terbongkarnya kasus korupsi itu bukan oleh kinerja DPR namun KPK.

Selain itu, DPR sepanjang tahun 2012 tidak menggunakan hak interpelasi, angket dan menyatakan pendapat. Padahal, hak itu adalah hal penting dalam mengawasi kinerja pemerintah. "Itu membuktikan perangkat pengawasan yang digunakan tidak mencapai 50 persen. Bahkan, tidak berhasil sampai tuntas dan berakhir tidak jelas," katanya.

Sementara, mengenai kinerja BK sendiri dinilainya tidak tegas. Sepanjang tahun 2012, DPR banyak disorot publik karena dugaan pelanggaran etika wakil rakyat. BK, lanjutnya, memberikan sanksi ringan dan tidak memiliki efek jera.

"Bahkan BK banyak yang menilai membela rekan sejawat. Namun intinya, BK belum efektif menegakkan citra dan kehormatan DPR," katanya.

Sebastian menyarankan, pada 2013 nanti DPR harus lebih efektif menjalankan keempat aspek tersebut. Dalam aspek lagislasi, DPR harus mengevaluasi secara serius dan komprehensif Program Legilasi Nasional (Prolegnas). Menurut dia, Prolegnas harus mengutamakan perundangan yang berpihak pada rakyat dan tidak terjebak pada keinginan legislatif maupun eksekutif sendiri.

"Agar efisien dan efektif, proses pembahasan RUU langsung dibahas oleh komisi terkait tanpa harus melalui proses pembahasan di Baleg yang memakan waktu, energi dan biaya yang sangat besar," ujarnya.

Dalam peran pengawasan, menurut Sebastian, DPR perlu membuat indikator yang jelas menilai kinerja pemerintah. Hal tersebut untuk mencegah praktik korupsi di DPR dan Pemerintah. Sementara, BK menurutnya harus lebih tegas. Sanksi berat harus dijatuhkan pada wakil rakyat yang melanggar etika dan perundangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Nasional
Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Nasional
Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Nasional
Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Nasional
Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Nasional
Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Nasional
Nasdem-PKS Jajaki Kerja Sama Pilkada 2024, Termasuk Opsi Usung Anies

Nasdem-PKS Jajaki Kerja Sama Pilkada 2024, Termasuk Opsi Usung Anies

Nasional
KPK Duga Hakim Agung Gazalba Saleh Cuci Uang Rp 20 Miliar

KPK Duga Hakim Agung Gazalba Saleh Cuci Uang Rp 20 Miliar

Nasional
Gibran Bakal ke Istana Malam Ini, Bersama Prabowo?

Gibran Bakal ke Istana Malam Ini, Bersama Prabowo?

Nasional
Surya Paloh Sebut Nasdem dan PKS Siap Bergabung ke Pemerintahan Prabowo maupun Jadi Oposisi

Surya Paloh Sebut Nasdem dan PKS Siap Bergabung ke Pemerintahan Prabowo maupun Jadi Oposisi

Nasional
KPK Cek Langsung RSUD Sidoarjo Barat, Gus Muhdlor Sudah Jalani Rawat Jalan

KPK Cek Langsung RSUD Sidoarjo Barat, Gus Muhdlor Sudah Jalani Rawat Jalan

Nasional
Bertemu Presiden PKS, Surya Paloh Akui Diskusikan Langkah Politik di Pemerintahan Prabowo-Gibran

Bertemu Presiden PKS, Surya Paloh Akui Diskusikan Langkah Politik di Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Respons Jokowi dan Gibran Usai Disebut PDI-P Bukan Kader Lagi

Respons Jokowi dan Gibran Usai Disebut PDI-P Bukan Kader Lagi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com