Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Teeeeeeet..." Terompet Impor Lebih Nyaring Bunyinya...

Kompas.com - 29/12/2012, 02:37 WIB

Terompet tradisional berbahan baku karton dan dilapisi kertas kerlap-kerlip pernah meraja dan suaranya banyak terdengar saat malam pergantian tahun. Namun, kini suara terompet-terompet karton itu semakin ”kalah nyaring” dibandingkan terompet plastik buatan China.

Dika (31), salah seorang dari 30-an pembuat terompet tradisional yang mangkal di Jalan Gajah Mada, Jakarta, sepanjang Jumat (28/12), lebih banyak duduk dan merangkai terompet ditemani ayah dan adiknya. Hingga sore, tak banyak pembeli. Hanya lima terompet terjual.

Di pinggir jalan itu, Dika memasang pikulan bambu yang digantungi terompet-terompet sejak pekan lalu. Di belakang pikulan-pikulan bambu itu ia menggelar tikar untuk alas mereka tidur. Mereka akan tinggal hingga malam Tahun Baru usai.

Ketika masa menjadi buruh tani berakhir seiring selesainya musim tanam, mereka datang ke tempat itu demi mengais rezeki di pengujung tahun. Warga Kampung Pulau Asem Jaya, Kecamatan Sukakarya, Bekasi, itu melakoni rutinitas tahunan ini sejak tahun 2000. ”Hingga tahun 2000 dan 2001, seingat saya, semua terompet terjual. Namun, kondisi berubah setelah itu. Yang beli terompet semakin sedikit,” ujar Dika.

Malam Tahun Baru lalu, Dika membuat 800-an terompet. Hingga malam pergantian tahun selesai, terompet yang tersisa masih 160 buah. Terompet itu terpaksa dibawa Dika pulang ke rumah. Tahun ini Dika membuat 850 terompet. Hasilnya, hampir dua pekan mangkal di Jalan Gajah Mada, terompet yang laku belum sampai 100 buah.

Kondisi serupa dialami Rojali (45), paman Dika, yang juga menggelar terompet buatannya di Jalan Gajah Mada. Rojali sudah menyiapkan 500 terompet. Namun, hingga saat ini hanya beberapa terompet yang laku terjual.

Rojali mulai berjualan di jalan itu sejak tahun 2000. Sehari-hari ia bekerja sebagai buruh serabutan. Sebagai buruh, penghasilannya hanya Rp 30.000 per hari. Itu pun kalau ada kerjaan. Jika tidak, dia hanya bisa manyun.

Melihat sepinya pembeli terompet, Rojali sudah bisa membayangkan, duit sebesar Rp 30.000 pun akan sulit diperoleh, bahkan dengan mangkal setiap hari di jalan tersebut.

Terompet China

Suasana itu berbalik 180 derajat dengan suasana di sekitar Pasar Asemka, tak jauh dari kawasan pertokoan Glodok. Jaraknya lebih kurang 1 kilometer dari tempat Dika dan Rojali berjualan. Suara terompet yang memekakkan telinga terdengar bersahut-sahutan seakan Tahun Baru sudah ada di situ.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com