Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Temuan Rekening Gendut, DPR Tak Boleh Risih

Kompas.com - 27/12/2012, 17:00 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra Martin Hutabarat menilai wajar jika seorang anggota dewan memiliki rekening dengan saldo fantastis selama harta kekayaannya bisa dipertanggungjawabkan. Anggota dewan pun tak boleh risih dengan temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atas 18 rekening gendut anggota DPR.

"Sebenarnya, rekening gendut itu tidak perlu menjadi momok yang menakutkan selama asal-usul uang itu dapat dipertanggungjawabkan. Tidak jadi masalah apabila ada anggota DPR memiliki banyak uang di rekeningnya," ujar Martin, Kamis (27/12/2012), di Jakarta.

Yang menjadi masalah, lanjutnya, jika asal-usul uang di rekening tersebut tidak jelas. Ia pun mengatakan wajar jika rakyat menuntut agar para anggota dewan mempertanggungjawabkan harta kekayaannya.

"Tidak perlu risih atau ragu-ragu mempertanggungjawabkan asal-usul uang di rekeningnya kepada publik. Kalau DPR risih, ini akan membuat kepercayaan masyarakat terhadap anggota DPR semakin menurun," imbuhnya.

PPATK hingga kini telah melaporkan 18 anggota Badan Anggaran DPR yang memiliki rekening gendut dan terindikasi korupsi kepada KPK. Dari 18 orang itu, ada yang akumulasi nilai transaksinya mencapai ratusan miliar rupiah. "Nilai transaksi mencurigakan yang dilakukan para anggota Banggar itu berkisar ratusan juta rupiah hingga miliar rupiah per transaksi. Jika diakumulasikan, ada yang nilai transaksinya mencapai ratusan miliar rupiah," kata Kepala PPATK Muhammad Yusuf kemarin.

Menurut Yusuf, PPATK menyerahkan sejumlah laporan hasil analisis (LHA) terkait 18 anggota Banggar itu secara bertahap kepada KPK. Selain rekening gendut anggota Banggar, PPATK juga melaporkan rekening gendut sejumlah anggota DPR. Namun, Yusuf tidak menjelaskan berapa jumlah anggota DPR yang dimaksud.

Sejak 2003 hingga Juni 2012, PPATK menerima lebih dari 2.000 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) terkait anggota Banggar dari penyedia jasa keuangan. PPATK lalu menganalisis transaksi mencurigakan itu untuk mengetahui ada atau tidak indikasi pidana. PPATK telah menganalisis sekitar 1.000 lebih LTKM.

Dari hasil analisis itulah, diketahui ada 18 anggota Banggar yang memiliki rekening gendut. Menurut Yusuf, ada beberapa pertimbangan yang digunakan KPK untuk menyatakan 18 anggota Banggar itu terindikasi korupsi.

Pertama, kegiatan Banggar rawan korupsi karena mengurus ratusan triliun rupiah anggaran negara. Kedua, frekuensi transaksi keuangan 10 anggota Banggar itu tidak sesuai profilnya sebagai anggota DPR. Aliran masuk ke rekening anggota Banggar umumnya transaksi tunai sehingga PPATK tidak bisa mendeteksi asal uang itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

    Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

    Nasional
    Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

    Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

    Nasional
    KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

    KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

    Nasional
    Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

    Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

    Nasional
    Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

    Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

    Nasional
    Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

    Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

    Nasional
    Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

    Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

    Nasional
    Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

    Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

    Nasional
    Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

    Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

    Nasional
    Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

    Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

    Nasional
    TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

    TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

    Nasional
    Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

    Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

    Nasional
    Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

    Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

    Nasional
    Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

    Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

    Nasional
    TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

    TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com