Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SBY Tidak Tegas, Kasus Diskriminasi Meningkat

Kompas.com - 23/12/2012, 15:58 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketegasan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam mengusut kasus-kasus diskriminasi dipertanyakan. Pasalnya, selama delapan tahun memerintah, kasus diskriminasi justru meningkat menjadi 1.483 kasus. Direktur Yayasan Denny JA, Novriantoni Kahar, mengatakan, berdasarkan catatan yayasan yang bergerak di bidang keberagaman itu, setidaknya ada 915 kasus kekerasan diskriminasi yang terjadi pascareformasi tahun 1998-2004. Dari jumlah itu, kekerasan diskriminasi per tahun mencapai 150 kasus.

Sementara saat Presiden SBY menjabat, kasus diskriminasi meningkat menjadi 1.483 kasus dengan rata-rata kekerasan diskriminasi yang terjadi setiap tahunnya mencapai 210 kasus. "Ketidaktegasan Presiden SBY dalam melindungi keberagaman ikut membuat kekerasan memburuk," ujar Novriantoni, Minggu (23/12/2012), dalam jumpa pers di kantor Lingkaran Survei Indonesia (LSI) di Jakarta.

Novriantoni menuturkan, kekerasan dan diskriminasi yang terjadi pascareformasi bersifat primordialis dan komunal, tidak lagi pada tataran ideologi seperti dalam masa Orde Baru. Konflik lebih terjadi berkaitan dengan perbedaan agama ataupun etnis.

Selain itu, Lingkaran Survei Indonesia juga merilis hasil survei yang dilakukan dengan menggunakan metode quick poll. Survei dilakukan pada 14-17 Desember 2012 dengan menggunakan teknik pengambilan sampel multistage random sampling. Ada 440 responden di semua provinsi di Indonesia yang dilibatkan dalam ruvei ini. Margin of error survei ini adalah +- 4,8 persen.

Hasil survei itu menunjukkan, mayoritas responden menganggap Presiden SBY kurang maksimal dalam melindungi keberagaman. Sebanyak 67,5 persen menilai Presiden SBY kurang maksimal melindungi keberagaman, sedangkan jumlah responden yang menilai maksimal berjumlah 23,4 persen. Sebanyak 9,1 persen menjawab tidak tahu.

Jika dibandingkan dengan presiden-presiden lainnya, Presiden SBY juga berada di posisi terendah dalam hal persepsi publik terkait perlindungan terhadap pemeluk agama/etnis, yakni 41 persen. Presiden yang dianggap mampu melindungi keberagaman hanya Bung Karno (82 persen) dan Gus Dur (81 persen). Sementara dalam hal perlindungan atas keberagaman ideologi, Presiden SBY ada di posisi ketiga dibandingkan presiden-presiden RI dengan 55 persen. Di atas Presiden SBY masih ada Bung Karno (85 persen) dan Gus Dur (83 persen).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

    Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

    Nasional
    Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

    Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

    Nasional
    Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

    Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

    Nasional
    Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

    Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

    Nasional
    Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

    Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

    Nasional
    Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

    Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

    Nasional
    Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

    Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

    Nasional
    Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

    Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

    Nasional
    KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

    KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

    Nasional
    Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

    Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

    Nasional
    Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

    Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

    Nasional
    Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

    Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

    Nasional
    Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

    Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

    Nasional
    Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

    Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

    Nasional
    Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

    Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com