JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) I Gusti Putu Artha menilai, putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas perkara dugaan pelanggaran kode etik Komisioner KPU cacat hukum, tidak adil, dan tidak realistis. Menurutnya, tugas DKPP hanya terbatas pada pengaduan yang berkenaan dengan dugaan pelanggaran etik. Hal itu diatur dalam pasal 111 ayat (3) UU Nomor 15 tahun 2011 tentang penyelenggara pemilu.
Seperti diberitakan, putusan DKPP menyatakan 18 parpol tidak lolos verifikasi administrasi berhak menjalani verifikasi faktual. Selain itu, DKPP menghukum jajaran Sekretariat Jenderal KPU dengan pemutasian ke instansi asal yaitu Kementerian Dalam Negeri.
"Dengan demikian, sama sekali DKPP tidak memiliki wewenang untuk membuat putusan yang berkaitan dengan tahapan pemilu. Undang-undang amat jelas menegaskan bahwa ranah pengawasan pemilu menjadi wewenang Bawaslu, "kata Putu, dalam diskusi 'Implikasi Putusan DKPP dan Proses Verifikasi KPU', di Media Center Bawaslu, Jakarta, Jumat (30/11/2012).
Putu mengatakan, sikap DKPP yang masuk ke ranah tahapan pemilu wajib dikoreksi. Jika dibiarkan, ia mengkhawatirkan, DKPP akan mengakuisisi peran Bawaslu, bahkan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Bawaslu yang seharusnya membuat rekomendasi parpol mana yang berhak mengikuti verifikasi faktual dan mana yang tidak," tambahnya.
Lebih jauh, ia mengatakan, putusan DKPP tidak adil. Sebab, DKPP hanya menghukum Kesetjenan KPU. Hal itu, tidak sesuai dengan pertimbangan hukum sidang DKPP.
"Amat terasa jika DKPP melindungi anggota KPU. Seharusnya mereka juga di hukum. Paling tidak teguran keras," terangnya.
Tidak realistis
Selain itu, Putu juga menilai, putusan DKPP tidak realistis. Pasalnya, implementasi putusan DKPP jika dilaksanakan tidak akan menghasilkan kualitas verifikasi lebih optimal karena terbatasnya anggaran KPU untuk memverifikasi 18 parpol.
"Anggaran KPU sudah tersedot habis untuk verfikasi faktual 16 parpol. Tidak mungkin dilakukan penambahan anggaran karena kakunya sistem anggaran. Saya yakin ada kendala anggaran. Kalau ada daerah yang kendala anggaran, pasti kualitas harus dipertanyakan karena standarnya tidak sama," ujarnya.
Faktor geografis, menurut Putu, juga menjadi kendala karena KPU harus berkoordinasi dengan KPUD untuk melakukan verifikasi faktual.
"KPU dapat memutuskan peserta pemilu tanggal 9 Januari untuk 16 parpol. Kalau KPU mengatur jadwal verifikasi sembari konsolidasi anggaran dan geografis, saya kalkulasi untuk 18 parpol selesai akhir Januari tahun depan," kata Putu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.