JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi III DPR yang menangani bidang hukum mulai memanggil para mantan penyidik dan penuntut di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dari keterangan mereka, beberapa anggota DPR menilai perlunya suatu aturan khusus yang mengatur tentang penyadapan. Usulan agar penyadapan dibuat dalam satu undang-undang tersendiri pun mengemuka.
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat Ruhut Sitompul mengakui, pada pertemuan Komisi III dengan mantan penuntut KPK hari ini menyinggung soal penyadapan.
"Banyak menyinggung itu, usulan undang-undang untuk penyadapan agar berdiri sendiri juga. Ini karena penyadapan tidak hanya di KPK," ucap Ruhut, Senin (26/11/2012), di Gedung Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Saat ini, mekanisme soal penyadapan sudah dimasukkan ke dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Pada masa sidang DPR lalu, undang-undang itu sempat akan direvisi termasuk usulan penyadapan yang mengharuskan KPK meminta izin kepada pengadilan terlebih dulu sebelum akhirnya wacana revisi kandas setelah ditentang berbagai pihak.
Anggota Komisi III lainnya, Syarifudin Suding, juga mengemukakan pandangan serupa. Suding mendukung adanya aturan undang-undang khusus terkait penyadapan. Selama ini, Suding menilai KPK serampangan dalam menyadap seseorang sehingga dikhawatirkan melanggar hak asasi manusia (HAM).
"Masalah penyadapan seharusnya diatur dalam perundangan, penyadapan jangan serampangan, tindak pidana korupsi diatur karena pro justicia, penyadap kan segala macam. Kalau selama ini siapa saja, dan ini menyangkau privasi dan HAM orang," kata politisi Hanura itu.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika mengakui adanya wacana yang tengah mengemuka itu. Oleh karena itu, Pasek menjelaskan, pihaknya mulai mengumpulkan usulan dari penyidik dan penuntut. Pasalnya, selama ini usulan yang selalu didengar adalah usulan yang datang dari pimpinan KPK.
"Intinya kami ingin mencari masukan, karena tulang punggung dari penegakan hukum itu kan dua, penyidik dan penuntut. Ini yang tidak pernah kami dengarkan karena mereka selalu urusi pelaksana teknis. Selama ini kan hanya pimpinan-pimpinannya saja," ucap Pasek.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.