Jakarta, Kompas -
Koalisi terdiri dari berbagai kelompok masyarakat, yaitu Perludem, IPC, KIPP, KIPP Jakarta, Formappi, JPPR, Yappika, PPUA Penca, Puskapol UI, Demos, ICW, PSHK, GPSP, Indonesia Budget Center, Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS), KRHN, Seknas Fitra, dan Transparansi International Indonesia.
Peneliti Senior SSS Toto Sugiarto mengatakan, perombakan dengan mencari mereka yang kompeten dan berintegritas diyakini bisa diperoleh hanya dalam satu bulan. Komisioner hendaknya tidak sekadar menerima orang-orang dari kementerian untuk mengemban tugas besar proses Pemilu 2014.
Hal senada diungkapkan Abdullah Dahlan dari Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch. ”Mengingat pemilu akan terus berjalan, sistem birokrasi yang mandiri harus dibentuk. Komisioner bisa saja berganti, tetapi sistem harus tersedia dan memadai,” ujarnya.
Hingga kini, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu belum memutuskan hasil sidang kisruhnya hubungan KPU, Setjen KPU, dan Badan Pengawas Pemilu.
Deputi Direktur Perludem Veri Junaidi mengatakan, perlu pembagian tugas dan pola relasi birokrasi agar tidak ada lagi dikotomi komisioner dan setjen.
Dalam UU No 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, diberikan kewenangan kepada komisioner KPU untuk secara kolegial mengambil keputusan strategis terkait penyelenggaraan pemilu, termasuk penguatan aspek kelembagaan KPU hingga tingkatan KPU di daerah. Pada Pasal 66 jelas dinyatakan, tugas
Di Padang, Sumatera Barat, Ketua KPU Husni Kamil Manik menyatakan, KPU siap membuktikan jika ada gugatan hukum terkait hasil verifikasi administratif partai politik peserta Pemilu 2014.
Gugatan hukum akan disambut dengan senang karena merupakan mekanisme tepat. Berdasarkan verifikasi administratif, dari 34 partai, 16 partai memenuhi syarat administratif. Saat ini tengah dilakukan verifikasi faktual. ”Sampai sekarang tidak ada perubahan,” kata Husni.
Pada 18 partai politik yang tidak lolos verifikasi administratif terdapat sejumlah kekurangan mendasar.