JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Tjatur Sapto Edy berpendapat tak perlu DPR menggunakan hak interpelasi terkait dugaan korupsi dalam proyek pembangunan sarana olahraga Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Pasalnya, pengalaman selama ini, interpelasi tidak efektif.
"Interpelasi dari dulu dijawabnya oleh menteri. Itu sama juga seperti di Panja (panitia kerja) DPR. Tidak ada kewajiban konstitusional presiden untuk jelaskan langsung. Pengalaman terdahulu interpelasi kurang efektif," kata Tjatur di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (21/11/2012).
Sebelumnya, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) menyerahkan hasil telaah atas audit tahap I Badan Pemeriksa Keuangan terkait proyek Hambalang di Kementerian Pemuda dan Olahraga. Laporan BAKN itu juga disertai rekomendasi untuk pimpinan DPR. Salah satu rekomendasi, yakni menggunakan hak interpelasi.
Menurut Tjatur, usulan interpelasi itu juga kurang tepat. Lazimnya interpelasi digunakan untuk mempertanyakan kebijakan pemerintah yang menyangkut rakyat banyak. Adapun Hambalang, menurut dia, hanya menyangkut beberapa pihak saja.
"Perkara ini sudah bergulir di proses hukum. Kita dorong saja proses hukum berjalan secara terbuka, adil, dan dituntaskan," pungkas Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional itu.
Seperti diberitakan, selain rekomendasi menggunakan hak interpelasi, BAKN juga meminta KPK untuk menuntaskan penanganan kasus Hambalang yang menyebabkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp 243 ,66 miliar itu.
Selain itu, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) melakukan penelusuran aliran dana tersebut, dan juga meminta audit BPK lanjutan. Perkara itu masih ditangani KPK. Hingga saat ini, KPK baru menetapkan satu tersangka, yakni Deddy Kusdinar selaku pejabat pembuat komitmen proyek.
Berita terkait dapat diikuti di:
Skandal Proyek Hambalang
Audit Investigasi Hambalang