Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politik Dinasti Dicegah

Kompas.com - 16/11/2012, 01:55 WIB

Jakarta, Kompas - Kerabat kepala daerah, baik gubernur maupun bupati/wali kota, diusulkan untuk tidak diperbolehkan mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Larangan itu dianggap sebagai salah satu jalan keluar untuk mencegah merebaknya politik kekeluargaan atau politik dinasti.

Usulan tentang larangan keluarga kepala daerah mencalonkan diri itu tertuang dalam Pasal 12 huruf p dan Pasal 70 huruf p Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang diusulkan pemerintah.

Dalam Pasal 12 huruf p disebutkan, calon gubernur ditetapkan jika tidak mempunyai ikatan perkawinan, garis keturunan lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping dengan gubernur, kecuali ada selang waktu minimal satu masa jabatan.

Pasal 70 huruf p mengatur, calon bupati/wali kota ditetapkan jika tidak mempunyai ikatan perkawinan, garis keturunan ke atas, ke bawah, dan ke samping dengan gubernur dan bupati/wali kota, kecuali ada selang waktu minimal satu masa jabatan.

Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, A Malik Haramain, saat dihubungi pada Kamis (15/11), mengatakan, UU Pilkada memang harus membatasi keluarga terdekat kepala daerah untuk mencalonkan diri. ”Jadi istri, suami, bapak, adik, kakak, dan anak kepala daerah tak boleh nyalon. Kalau ada jeda satu periode, baru boleh,” katanya.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu menegaskan, larangan itu bukan dimaksudkan untuk memberangus hak politik warga negara. Larangan itu hanyalah upaya mengelola kecurangan kepala daerah untuk mendukung kerabatnya yang mencalonkan diri. Kepala daerah memiliki peluang memanfaatkan anggaran dan sumber daya pemerintahan lainnya untuk mendukung kemenangan kerabatnya.

”Kepala daerah akan sengaja menyelewengkan anggaran dan menggunakan sumber daya pemerintahan yang ada untuk melanggengkan kekuasaan, memenangkan kerabatnya sendiri,” ujarnya. Larangan itu pun diyakini dapat meminimalkan politik dinasti yang semakin merebak di sejumlah daerah.

Hak politik

Anggota Komisi II dari Fraksi PDI-P, Arif Wibowo, tidak sepakat dengan larangan tersebut. Pasalnya, larangan itu rawan digugat dan dibatalkan Mahkamah Konstitusi karena menghalangi hak politik warga negara. Seharusnya partai politiklah yang mencegah politik dinasti dengan cara mengedepankan etika dalam penentuan calon kepala daerah.

Berdasarkan dokumen Kompas, akhir-akhir ini ada kecenderungan para kerabat kepala daerah, baik istri, suami, maupun anak, yang mencalonkan diri menjadi kepala daerah di daerah yang sama.

Atty Suharti dipastikan meneruskan kepemimpinan suaminya, Itoc Tochija, sebagai Wali Kota Cimahi, Jawa Barat, periode 2012-2017, setelah mendapat dukungan terbanyak dalam Pilkada Kota Cimahi. Anna Sophanah yang memenangi Pilkada Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, akan melanjutkan kepemimpinan suaminya, Irianto MS Syafiuddin, yang kini menjadi Ketua DPD Golkar Jawa Barat (Kompas, 14/9/2012).

Ada juga Sri Surya Widati yang meneruskan kepemimpinan suaminya, Idham Samawi, sebagai Bupati Bantul, DI Yogyakarta. Haryanti Sutrisno meneruskan kepemimpinan suaminya, Sutrisno, sebagai Bupati Kediri, Jawa Timur. Widya Kandi Susanti terpilih menjadi Bupati Kendal, Jawa Tengah, setelah suaminya, Hendy Boedoro, ”berhenti” sebagai Bupati Kendal karena terlibat korupsi. (NTA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com