Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK: Kejagung Layak Ajukan PK Bos Pabrik Narkoba

Kompas.com - 10/10/2012, 21:50 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar mengatakan, Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui peran jaksa penuntut layak mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas vonis anulir hukuman mati bos pabrik Narkoba Hengky Gunawan yang diputuskan oleh Mahkamah Agung. Pasalnya, kecaman terhadap vonis PK yang dimohonkan Hengky Gunawan yang dieksekusi oleh Mahkamah Agung tersebut telah merebak luas.

Vonis PK MA tersebut dinilai mengacuhkan asas keadilan dan semangat perang melawan narkotika. "Jaksa bisa ajukan PK lagi. Kenapa saya bilang begitu? Ini supaya ada kepastian hukum dan menjamin keadilan. Jaksa bisa lakukan PK diatas PK,"ujar Akil saat berbincang di Mahkamah Kontitusi, Jakarta, Rabu (10/10/2012).

Akil menjelaskan, dasar putusannya adalah putusan Peninjauan Kembali (PK) itu tidak bisa dibatalkan, kecuali oleh putusan pengadilan. Kejagung, terangnya, dalam melakukan PK atas kasus tersebut wajib memiliki bukti baru yang menjadi acuan bahwa putusan MA tidak tepat. Pengajuan PK yang dimohonkan jaksa tersebut tidak menyalahi prosedur hukum sebab secara logika putusan MA tidak adil dan merugikan masyarakat luas.

"Menurut saya dalam hal yang luas menyangkut publik, PK yang diajukan Kejagung bisa saja dilakukan," katanya. Ia menjelaskan, Mahkamah Konstitusi tidak dapat mengadili putusan MA tersebut. Sebab, MK berwenang mengadili keputusan perundangan yang tidak sesuai dengan UUD 1945.

Sebelumnya, MA menganulir vonis mati bagi pemilik pabrik narkotika Henky Gunawan. Dalam putusan Peninjauan Kembali (PK), Hengky hanya dihukum 15 tahun penjara dengan alasan hukuman mati melanggar Konstitusi. Putusan ini dijatuhkan oleh Imron Anwar selaku ketua majelis dengan Achmad Yamanie dan Prof Dr Hakim Nyak Pha selaku anggota.

Perkara bernomor 39 K/Pid.Sus/2011 menganulir putusan kasasi MA sebelumnya yang menghukum mati Henky. "Hukuman mati bertentangan dengan pasal 28 ayat 1 UUD 1945 dan melanggar Pasal 4 UU No 39/1999 tentang HAM," demikian bunyi PK dari website MA, Selasa (2/10/2012)."

Dengan adanya klausul tidak dapat dikurangi dalam keadaan dan oleh siapa pun sesuai pasal 4 UU No 39/1999 tentang HAM, dapat diartikan sebagai tidak dapat dikurangi, dan diabaikan oleh siapa pun termasuk dalam hal ini oleh pejabat yang berwenang sekalipun, tidak terkecuali oleh putusan hakim/putusan pengadilan,"tegas majelis hakim secara bulat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com