Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penghambat Pemberantasan Korupsi Musuh Rakyat

Kompas.com - 08/10/2012, 07:41 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketegangan antara Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai sudah sampai pada tingkat yang tidak bisa ditoleransi. Pemimpin kedua lembaga itu seharusnya mempunyai kepekaan terhadap kondisi korupsi di Indonesia yang sudah pada tahap darurat.

"Rakyat tidak bisa memahami bagaimana bisa dua lembaga penegak hukum ini bisa ribut terus tanpa malu-malu seperti ini," kata Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hadjriyanto Y Thohari, Senin (8/10/2012).

Hal itu dikatakan Hadjriyanto ketika dimintai tanggapan konflik berkepanjangan antara kepolisian dan KPK. Konflik terbuka terlihat ketika kepolisian hendak menangkap anggotanya yang bertugas di KPK, Komisaris Novel Baswedan.

Hadjriyanto mengatakan, rakyat kini sangat marah terhadap korupsi. Siapapun yang dianggap menghambat pemberantasan korupsi, kata dia, akan dipandang sebagai musuh rakyat. Dia memberi contoh nasib DPR yang dicerca habis oleh rakyat lantaran dinilai hendak melemahkan KPK melalui revisi Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang KPK.

"Polri dan KPK kalau ingin namanya harum di mata rakyat, keduanya harus bekerja sama memberantas korupsi tanpa pandang bulu. Bahkan kepada koleganya sendiri sekalipun. Keduanya mesti berlomba-lomba dalam kebaikan. Bukannya konflik seperti sekarang. Rakyat bisa marah dan frustasi lalu mencari jalannya sendiri untuk bertindak," katanya.

Politisi Partai Golkar itu menambahkan, bagi rakyat tidak penting institusi mana yang benar. Rakyat hanya ingin para koruptor segera diringkus. "Bagi rakyat tidak penting kucing yang gemuk atau kucing kurus. Yang penting kucing yang mana yang bisa segera menangkap tikus besar secepat-cepatnya," kata Hadjriyanto.

Hadjriyanto berharap Polri membantu kerja KPK. Dengan kekuasaan yang sangat besar, dia juga berharap KPK bekerja lebih profesional. Pimpinan KPK sebaiknya jangan terlalu banyak membuat pernyataan sebab rakyat menunggu hasil yang kongkrit.

Hadjriyanto menilai, dalam situasi yang sudah memanas itu sudah semestinya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono turun tangan menyelesaikan konflik. Pasalnya, Polri bertanggungjawab langsung kepada Presiden.

Seperti diberitakan, kepolisian menuduh Novel melakukan penganiayaan berat saat menjabat Kepala Satuan reserse Kriminal Polda Bengkulu pada 2004 . Atas upaya penangkapan ini, pimpinan KPK menganggapnya sebagai bentuk kriminalisasi anggota KPK.

Sebelumnya, pimpinan KPK sudah bertemu dengan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto. Rencananya, pimpinan KPK dan Polri akan bertemu kembali hari ini. Setelah itu, Presiden akan memberikan pernyataan atas konflik yang terjadi.

Berita-berita terkait lainnya bisa diikuti di Topik Pilihan: POLISI VS KPK

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Presiden Jokowi Ucapkan Selamat saat Bertemu Prabowo Semalam

    Presiden Jokowi Ucapkan Selamat saat Bertemu Prabowo Semalam

    Nasional
    Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

    Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

    Nasional
    CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

    CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

    Nasional
    Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

    Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

    Nasional
    Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

    Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

    Nasional
    Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

    Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

    Nasional
    Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

    Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

    Nasional
    Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

    Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

    Nasional
    Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

    Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

    Nasional
    Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

    Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

    Nasional
    Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

    Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

    Nasional
    PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

    PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

    Nasional
    Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

    Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

    Nasional
    Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

    Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

    Nasional
    TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

    TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com