Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Melawan Rakyat

Kompas.com - 02/10/2012, 08:28 WIB

JAKARTA, KOMPAS.comDukungan publik terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi kian meluas. Senin (1/10/2012), KPK didatangi sejumlah tokoh untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK. Karena itu, siapa pun agar tidak main-main kepada rakyat yang berada di belakang KPK.

Mereka yang datang ke KPK, antara lain, adalah Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang KH Salahuddin Wahid, Guru Besar Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Universitas Airlangga JE Sahetapy, penyair Taufiq Ismail, Romo Benny Susetyo, dan Pendeta Natan Setiabudi.

Selain memberikan dukungan terhadap KPK, tokoh-tokoh itu juga menolak rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK oleh DPR. Mereka juga meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo agar menyerahkan penanganan kasus dugaan korupsi alat simulasi berkendara di Korps Lalu Lintas Polri untuk ditangani KPK.

”Kami ingat betul, KPK lahir dan dibentuk karena bangsa dan masyarakat negara ini hancur karena korupsi. Karena itu, KPK lahir dan diberi kewenangan luar biasa untuk menggerakkan lembaga lain yang selama ini tidak dan kurang efektif. Sampai hari ini, musuh terbesar bangsa ini adalah korupsi. Tetapi, apa yang terjadi, KPK justru mendapat perlawanan, digerogoti kanan-kiri oleh mereka yang selama ini terancam digergaji pisau KPK. Kalau KPK kalah, yang kalah adalah rakyat, harapan rakyat, agenda rakyat untuk membangun pemerintah yang bersih,” papar Komaruddin.

Para tokoh yang datang itu mengajak masyarakat untuk memberikan dukungan nyata kepada KPK. ”Kami dari kalangan akademisi memberikan dukungan pada harapan masyarakat untuk memiliki pemerintah yang bersih yang selama ini diamanatkan kepada KPK. KPK adalah simbol perjuangan mewujudkan pemerintah yang bersih. Kalau ada berbagai pihak yang terganggu oleh KPK, mari masyarakat membantu KPK,” katanya.

Secara bersamaan, KPK meminta Presiden Yudhoyono agar tidak hanya melihat pemberantasan korupsi mengalami gangguan, tetapi juga melihat dukungan rakyat yang mengalir kepada KPK. Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan, Presiden harus bersinergi dengan rakyat untuk tetap teguh di jalan terjal pemberantasan korupsi.

”Kami tetap mengharapkan ada kepedulian dari yang terhormat Bapak Presiden untuk kearifannya dan amanat yang begitu mulia. Semoga ada langkah- langkah dalam waktu dekat ini yang bisa memberikan kemaslahatan kepada rakyat. Tak sedikit yang datang ke KPK memberikan dukungan karena kehendak mereka sendiri,” kata Busyro.

Presiden Yudhoyono juga diminta segera bersikap menghadapi berbagai pelemahan pemberantasan korupsi. ”Saya hanya mengimbau kepada Presiden sebagai penanggung jawab Polri. Kalau orang di Polri itu bersih, enggak perlu mereka takut. KPK kan tak mau hantam kromo. VOC (usaha dagang Belanda) hancur dan juga tenggelam hanya karena korupsi. Hampir semua negara dan bangsa di dunia hancur karena korupsi,” kata Sahetapy.

Senada dengan Sahetapy, Anies mengatakan, mestinya Presiden Yudhoyono bersikap. Menurut dia, seharusnya Presiden tak lagi diam karena ancaman terhadap upaya pemberantasan korupsi makin nyata. Siapa pun yang mencoba menghancurkan dan melemahkan KPK, lanjut Sahetapy, mereka adalah pengkhianat bangsa.

Menanggapi dukungan masyarakat itu, Busyro mengatakan, dukungan itu merupakan penyemangat KPK untuk terus memberantas korupsi di negeri ini.

Setelah mendapat penolakan, sejumlah fraksi di DPR mengusulkan penghentian pembahasan revisi UU KPK. Selain substansinya yang tidak relevan dengan kondisi politik-hukum saat ini, mekanisme penyusunan draf RUU KPK juga tidak jelas.

”Kalau menurut kami, bagaimanapun pembahasannya harus berhenti,” kata Ketua Kelompok Fraksi Partai Demokrat di Badan Legislasi (Baleg) DPR Harry Witjaksono, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin. Fraksi Partai Demokrat sepakat mengirimkan surat permohonan penghentian pembahasan kepada pimpinan DPR, mengingat banyaknya penolakan dari masyarakat.

Fraksi lain yang mengusulkan penghentian pembahasan adalah Fraksi Partai Persatuan Pembangunan. Sekretaris Fraksi PPP M Arwani Thomafi mengatakan siap mengirimkan surat kepada pimpinan DPR untuk mengusulkan penghentian pembahasan. Fraksi PPP juga akan meminta anggotanya di Baleg untuk menolak revisi UU KPK jika diarahkan untuk pelemahan.

Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional Tjatur Sapto Edy juga mengatakan tidak sepakat jika UU KPK direvisi. ”Kalaupun ada revisi, kami akan memperjuangkan penguatan KPK,” tuturnya.

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera juga menolak revisi UU KPK. Anggota Baleg dari Fraksi PKS, Indra, menjelaskan, dalam draf yang diserahkan Komisi III terdapat sejumlah upaya pelemahan. Pelemahan itu terutama terlihat dalam pasal tambahan, yakni Pasal 12A RUU KPK. Disebutkan bahwa dalam melakukan penyadapan, pimpinan KPK harus meminta izin ketua pengadilan negeri (Ayat 2).

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

    Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

    Nasional
    Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

    Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

    Nasional
    Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

    Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

    Nasional
    Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

    Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

    Nasional
    Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

    Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

    Nasional
    Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

    Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

    Nasional
    Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

    TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

    Nasional
    Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

    Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

    Nasional
    Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

    Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

    Nasional
    Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

    Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

    Nasional
    Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

    Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

    Nasional
    KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

    KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

    Nasional
    Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

    Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com