Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Senkaku, antara Jepang dan China

Kompas.com - 24/09/2012, 05:34 WIB

Oleh Awani Irewati

Gelombang protes anti-Jepang tengah membara di China. Banyak perusahaan besar Jepang berhenti beroperasi.

Tak hanya itu, kedua negara tengah menggelar pengamanan laut di sekitar Kepulauan Senkaku yang diributkan. Apa yang sedang terjadi di kepulauan ini?

Tiga faktor pemicu

Pertama, perbedaan paham garis perbatasan laut di Laut China Timur (the East China Sea) antara Jepang dan China hingga kini belum dicapai kesepakatan bersama. Walau keduanya sama-sama meratifikasi Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, tetapi mereka membangun pemahaman sendiri yang belum tuntas dibicarakan. Jepang mengusulkan pembagian wilayah berdasar garis tengah di zona ekonomi eksklusifnya (berjarak 200 mil dari garis dasar/baseline), sedangkan China mengacu pada kelanjutan alamiah dari landas kontinennya (berjarak di luar 200 mil).

Mengenai paham garis tengah ala Jepang memang tidak sesuai dengan isi konvensi. Sebab, jika sudah berkait dengan hal kedaulatan (sovereignty), keputusan yang bersifat sepihak tak punya basis legal. Pakar hukum laut dari China, Ji Guoxing, menegaskan bahwa pengambilan garis tengah untuk pengukuran ZEE dan landasan kontinental seharusnya didasarkan pada sebuah perjanjian antarkedua pihak agar tercapai solusi adil. Selanjutnya, pengukuran wilayah berdasarkan garis tengah hanya sebuah cara pengukuran, bukan sebuah prinsip dari hukum internasional kebiasaan dalam delimitasi.

Sementara pakar dari Jepang melihat, garis tengah yang dipahami Jepang hanya bersifat sementara (Seoung-Yong Hong, 2009, Maritime Boundary Disputes, Settlement Processes, and the Law of the Sea). Di bawah kondisi sementara ini, joint development bisa dibangun hingga kedua negara mencapai kesepakatan membuat garis perbatasan bersama (a common line). Karena itu, Jepang mengusulkan joint development berkelanjutan di garis tengah yang dipahaminya.

Kedua, perbedaan persepsi sejarah kepemilikan Senkaku (Diaoyu dalam bahasa China) di setiap pihak bermuara pada klaim berbeda. China yakin kepemilikan atas Senkaku sejak Dinasti Ming (1368-1644), di mana namanya sudah tercantum di sebuah buku berjudul Departure Along the Wind (terbit 1403). Selain itu, kepulauan ini beserta pulau-pulau kecil yang mengitari kerap kali disebutkan dalam lingkup pertahanan maritim China saat itu.

Lagi pula, Kepulauan Diaoyu yang saat itu menjadi bagian dari Taiwan biasa digunakan para nelayan China sebagai basis operasional. Pada saat kekalahan China dalam perang Sino-Jepang (1894-1895), Taiwan (termasuk Diaoyu Islands) diserahkan ke Jepang. Namun, akhir PD II, kepulauan ini dikembalikan oleh AS ke China berdasarkan perjanjian ”Tiga Besar” (AS, Inggris, China) di Kairo tahun 1943.

Jepang setelah kemenangannya dalam perang Sino-Jepang menerima penyerahan Senkaku dari China. Ini dianggap sebagai bagian teritorial Jepang secara resmi. Sejak itu, survei atas kepulauan ini dilakukan Jepang dan diyakini bahwa kepulauan ini tidak berpenghuni. Survei saat itu menunjukkan tiadanya tanda- tanda bahwa kepulauan Senkaku berada di bawah kontrol China.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com