Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hukum Mati Koruptor

Kompas.com - 17/09/2012, 09:49 WIB

CIREBON, KOMPAS.com - Untuk membuat koruptor jera, Nahdlatul Ulama menyerukan hukuman mati untuk koruptor jika membangkrutkan negara.

Seruan hasil sidang komisi ini akan jadi salah satu rekomendasi Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU di Pondok Pesantren Kempek, Palimanan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Senin (17/9) ini. Munas diikuti 2.000 peserta dari seluruh Indonesia.

”Para koruptor ini merusak tatanan berbangsa dan bernegara. Jika ia mengorupsi ratusan miliar rupiah, maka hukuman yang diberikan harus berat, hingga bertahun-tahun, jangan hanya 1-2 tahun,” kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, kemarin.

Seruan hukuman mati terhadap koruptor diambil dalam sidang Komisi A (Komisi Bahtsul Masa’il Ad-Diniyyah Al-Waqiyyah). Komisi ini membahas persoalan-persoalan kebangsaan dalam perspektif hukum Islam.

Dalam sidang terjadi perdebatan sengit antara kelompok yang mendukung hukuman mati tanpa syarat dan kelompok yang menolak hukuman mati atau kalaupun ada hukuman mati harus disertai syarat tertentu.

Kelompok yang mendukung hukuman mati mendasarkan kebijakan itu pada pandangan mazhab Maliki dan Hanafi, sedangkan yang menolak memakai dasar pandangan mazhab Syafii.

Komisi A mengambil jalan tengah. ”Hukuman mati boleh diterapkan setelah pengadilan mempertimbangkan pelanggarannya, baik dari jumlah uang yang dikorupsi maupun dari seberapa sering pelanggaran itu dilakukan,” kata Saifuddin Amsir, Ketua Komisi A.

Artinya, NU merekomendasikan hukuman mati sebagai opsi terakhir bagi koruptor, yakni ketika ia tidak jera setelah menerima hukuman penjara bertahun-tahun dan masih mengulangi perbuatannya. Hukuman mati tidak dianjurkan langsung dijatuhkan tanpa melewati syarat-syarat itu.

”Kami menekankan pertimbangan hukuman mati itu pada efek jeranya. Hukum Islam sangat berhati-hati dalam menjatuhkan hukuman mati terhadap seseorang. Hukuman mati harus ditolak sepanjang masih ada keraguan dalam bentuk pelanggaran yang dilakukan,” katanya.

Ketua Umum Ikatan Sarjana NU Ali Masykur Musa mendukung penerapan hukuman mati terhadap koruptor. ”Wacana tersebut bisa kita masukan dalam undang-undang,” katanya.

Tidak hanya korupsi, NU juga menyoroti politik uang dalam pemilu dan pemilu kepala daerah. Politik uang hampir pasti dinyatakan haram dalam munas ini.

Khatib Aam Syuriah PBNU Malik Madani mengatakan, politik uang merusak moral rakyat dan elite politik. Elite NU dan massanya jadi rebutan, bahkan ada elite NU yang jadi bandar atau pembagi uang tim sukses.

Ia berharap pilkada langsung ditinjau. Politik uang berimbas pada korupsi. (REK/IAM/LOK)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Nasional
Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Nasional
Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Nasional
Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Nasional
Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Nasional
Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Nasional
Nasdem-PKS Jajaki Kerja Sama di Pilkada DKI, Termasuk Opsi Usung Anies

Nasdem-PKS Jajaki Kerja Sama di Pilkada DKI, Termasuk Opsi Usung Anies

Nasional
KPK Duga Hakim Agung Gazalba Saleh Cuci Uang Rp 20 Miliar

KPK Duga Hakim Agung Gazalba Saleh Cuci Uang Rp 20 Miliar

Nasional
Gibran Bakal ke Istana Malam Ini, Bersama Prabowo?

Gibran Bakal ke Istana Malam Ini, Bersama Prabowo?

Nasional
Surya Paloh Sebut Nasdem dan PKS Siap Bergabung ke Pemerintahan Prabowo maupun Jadi Oposisi

Surya Paloh Sebut Nasdem dan PKS Siap Bergabung ke Pemerintahan Prabowo maupun Jadi Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com